BANDA ACEH – Pusat Informasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIC) menggelar pameran foto bertajuk setelah gelombang reda di museum tsunami Aceh. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mengenang ketangguhan masyarakat Aceh serta respons kemanusiaan global setelah tsunami Samudra Hindia tahun 2004.
Dalam pameran foto ini mengabadikan perjalanan pemulihan yang mendalam, mulai dari kehancuran akibat bencana pada 26 Desember 2004 hingga upaya rekonstruksi yang dilakukan setelahnya. Melalui gambar-gambar yang kuat, pameran ini menceritakan kisah tentang bertahan hidup, solidaritas, dan pembaruan.
Foto-foto yang ditampilkan dalam pameran ini menyoroti berbagai tonggak penting dalam pemulihan Aceh pasca-tsunami, termasuk rekonstruksi Pelabuhan Ulee Lheue, pembangunan rumah dan fasilitas medis, pemulihan layanan kesehatan, serta inisiatif yang mendukung lapangan kerja dan pendidikan.
Pameran tersebut juga turut menyoroti peran penting yang dimainkan oleh berbagai badan PBB dalam mendukung pemerintah Indonesia, baik dalam respons darurat maupun upaya rekonstruksi jangka panjang. Lembaga-lembaga seperti ILO, IOM, UN-Habitat, UNDP, UNFPA, UNESCO, UNHCR, UNICEF, UNOCHA, UNOPS, WFP, dan WHO bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, organisasi lokal, serta relawan dalam memulihkan kehidupan dan komunitas yang terdampak.
Kepala Museum Tsunami Aceh, Syahputra Azwar, dalam sambutannya, mengatakan, pentingnya pameran ini dalam menjaga ingatan kolektif dan mendidik generasi mendatang. Pameran ini adalah bukti dari semangat kolaborasi yang telah terjalin sejak proses pemulihan Aceh pasca-tsunami.
“Pameran ini juga bukan sekadar dokumentasi sejarah, tetapi juga pengingat akan pentingnya solidaritas global dalam menghadapi bencana,” ujarnya.
Azwar menambahkan, diharapkan kepada masyarakat, khususnya generasi muda, dapat memperoleh pelajaran berharga dari perjalanan pemulihan Aceh.
“Setiap foto yang ditampilkan tidak hanya menangkap momen dalam sejarah, tetapi juga menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana di masa depan,” tambah Putra.
Direktur Pusat Informasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIC) Jakarta, Miklos Gaspar, menegaskan, pameran ini mencerminkan aksi kolektif yang membentuk pemulihan Aceh. Pasca-tsunami, dunia bersatu untuk membantu Aceh bangkit. Melalui foto-foto ini, dapat dilihat bagaimana UNICEF memastikan anak-anak tetap dapat belajar, bagaimana UNDP berperan dalam membangun kembali infrastruktur.
“Serta bagaimana UNESCO memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana, dan berbagai badan PBB berkontribusi dalam memulihkan layanan kesehatan dan mata pencaharian. Pameran ini bukan hanya penghormatan terhadap upaya tersebut, tetapi juga pengingat akan pelajaran yang telah kita peroleh untuk meningkatkan respons kemanusiaan di masa depan,” ujar Gaspar.
Diharapkan juga melalui pameran ini menjadi ruang permanen untuk refleksi, pembelajaran, dan advokasi kesiapsiagaan bencana. Dengan menampilkan momen-momen ketangguhan serta kerja sama internasional, pameran Setelah Gelombang Reda menegaskan pentingnya persatuan dalam menghadapi krisis.
Museum Tsunami Aceh tersebut didirikan pada tahun 2007 sebagai peringatan terhadap gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004. Selain berfungsi sebagai tempat mengenang, museum ini juga menjadi pusat edukasi bencana bagi masyarakat.
Saat ini, museum tersebut memiliki sekitar 478 koleksi, yang terdiri dari berbagai artefak, dokumentasi, serta instalasi interaktif yang menggambarkan besarnya dampak bencana dan upaya mitigasi di masa depan.
Museum ini telah menjadi salah satu destinasi wisata edukasi utama, menarik perhatian wisatawan lokal maupun internasional. Pada tahun 2024, museum ini mencatat total 326.680 pengunjung, termasuk 20.384 wisatawan mancanegara dan 306.296 wisatawan domestik. (TR Network)