BEIJING – Pemerintah China makin masif memangkas emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga batubara. Upaya ini dilakukan dengan melakukan uji coba pembakaran pembangkit listrik menggunakan batubara yang dicampur dengan amonia hijau atau biomassa, serta melalui penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon.
Pembangkit listrik tenaga batubara yang menghasilkan banyak karbon masih menjadi sumber energi perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut, meski Pemerintah China terus mengembangkan pasokan energi terbarukan.
Rencana ini tercantum dalam rencana pemerintah yang dikeluarkan Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional dan Administrasi Energi Nasional China.
Pemerintah China mendorong pemerintah daerah untuk mendukung dan mensubsidi proyek-proyek rendah karbon. Namun sejumlah pengamat mempertanyakan kelayakan penggunaan teknologi baru mengingat tingginya biaya yang perlu dikeluarkan.
“Pembangkit listrik tenaga biomassa di China tidak layak secara finansial tanpa subsidi, sebagian besar karena tidak cukupnya pasokan,” kata pengamat dari Centre for Research on Energy and Clean Air Shen Xinyi, Selasa (16/7/2024).
Shen mengatakan ia tidak yakin apakah bijak membakar amonia hijau di pembangkit listrik tenaga batubara mengingat tingginya biaya yang harus dikeluarkan, terutama ketika masih ada potensi untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan.
“Seperti memperkuat perdagangan energi antar-provinsi dan meningkatkan fleksibilitas pembangkit listrik tenaga batu bara,” katanya.
Dalam rencana tersebut, China menetapkan emisi karbon yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga gas alam sebagai patokan bagi sektor batu bara. Rencana itu menyebutkan proyek rendah karbon menggunakan pendekatan baru akan mulai beroperasi pada tahun depan.
Rata-rata emisi proyek-proyek itu 20 persen lebih rendah dibandingkan rata-rata tahun 2023. Pemerintah Cina menargetkan pada tahun 2027 akan umemperluas dan menurunkan biaya yang perlu dikeluarkan proyek-proyek rendah karbon. Selain itu, China menargetkan dapat memangkas rata-rata emisi karbon sebanyak 50 persen dibanding rata-rata tahun 2023. (TR Network)