JAKARTA – Dunia saat ini menghadapi tiga krisis lingkungan. Karena itu, dibutuhkan keterlibatan semua elemen untuk melakukan mitigasi.
“Saat ini, dunia masih menghadapi tiga krisis global, yaitu perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi,” kata wakil Presiden Indonesia, Ma’ruf Amin saat berbicara dalam Puncak Acara Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2024, yang digelar di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Jumat, 5 Juli 2024.
Krisis lingkungan merupakan masalah global yang membutuhkan kerja sama seluruh aktor baik negara, organisasi internasional, pelaku usaha, hingga masyarakat.
Selain itu, tiga krisis tersebut saling berkaitan dan menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan manusia.
Perubahan iklim
Secara garis besar, perubahan iklim adalah kondisi yang mengubah komposisi atmosfer global dan variabilitas iklim, pada periode waktu yang dapat diperbandingkan.
Komposisi atmosfer global yang dimaksud merupakan komposisi material atmosfer Bumi yang membentuk Gas Rumah Kaca (GRK), di antaranya terdiri dari Karbondioksida, Metana, Nitrogen. Tentunya perubahan ini dianggap dampak dari aktivitas manusia.
“Perubahan iklim akibat peningkatan emisi gas rumah kaca mengakibatkan suhu global naik, cuaca ekstrem, dan kenaikan permukaan laut,” kata Ma’ruf.
Salah satu dampak perubahan iklim yang bisa dirasakan di Indonesia adalah cuaca panas.
Pakar mengungkap Jakarta semakin panas membara dengan suhu permukaan yang meningkat tajam 1,6 derajat Celsius dalam 130 tahun terakhir. Kenaikan suhu tersebut bahkan lebih kuat dibanding laju kenaikan suhu global dan regional.
Kenaikan suhu 1,6 derajat Celsius ini berindikasi terhadap peningkatan ekstremitas hujan sebesar 14 persen.
Dampaknya, curah hujan Jakarta kategori ekstrem menunjukkan tren peningkatan signifikan dengan sifat curah hujan yang mengalami perubahan.
Kehilangan keanekaragaman hayati
Wapres Ma’ruf turut menyoroti dampak dari perubahan iklim adalah hilangnya keanekaragaman hayati dan perlu menjadi perhatian.
“Kondisi ini berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati akibat banyaknya spesies yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang cepat dan ekstrem,” ujar Ma’ruf.
Krisis iklim dan pemanasan global memang berpotensi mengubah kehidupan banyak makhluk hidup di Bumi.
Beberapa spesies dan ekosistem yang paling ikonik mungkin tidak lagi dapat diselamatkan. Paling tidak ada 16 spesies dan lanskap yang berisiko hilang imbas pemanasan global yang akhirnya mencairkan es di kutub Bumi dan meningkatkan permukaan air laut.
Beberapa makhluk hidup yang terancam dengan perubahan iklim itu di antaranya panda, beruang kutub, bahkan hingga tanaman seperti kopi arabika dan pohon baobab Madagaskar.
Polusi udara
Ma’ruf juga menyebut polusi udara merupakan salah satu masalah yang sedang mengancam kelangsungan hidup manusia di Bumi. Menurut dia polusi udara yang ekstrem juga berisiko menyebabkan penyakit pernapasan pada manusia dan gangguan kesehatan lainnya.
“Agar dampaknya tidak meluas ke berbagai aspek kehidupan, seperti lingkungan, kesehatan, masyarakat, dan laju pembangunan, ketiga krisis ini perlu segera ditangani,” jelas Ma’ruf.
Polusi udara menjadi masalah serius di dunia, termasuk di Indonesia, dalam beberapa tahun belakang.
Masalah polusi udara, khususnya di wilayah Jabodetabek, juga sempat menjadi sorotan nasional periode Agustus-September 2023. Sejumlah cara dilakukan untuk membersihkan langit dari polusi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sempat beberapa kali menggelar rapat terbatas untuk membahas masalah polusi udara di Jabodetabek. (TR Network)