JAKARTA – Kawasan hutan memainkan peran penting sebagai benteng terakhir untuk mencegah krisis iklim.
Sebuah studi terbaru menemukan bahwa seiring dengan pemanasan iklim, tutupan hutan akan menjadi semakin penting bagi konservasi satwa liar. Temuan ini menunjukkan bahwa mamalia Amerika Utara, termasuk puma, serigala, beruang, kelinci, rusa, dan oposum, secara konsisten bergantung pada hutan dan menghindari kota, pertanian, dan area lain yang didominasi manusia di iklim yang lebih panas.
“Populasi yang berbeda dari spesies yang sama merespons habitat secara berbeda berdasarkan tempat mereka berada. Iklim menjadi perantara perbedaan itu,” kata penulis utama studi dari University of California, Mahdieh Tourani, seperti dilansir dari Futurity, Minggu (31/12/2023).
Tourani menunjuk pada kelinci cottontail timur sebagai contoh. Penelitian ini menemukan bahwa kelinci tersebut lebih menyukai hutan di daerah yang lebih panas, dan lebih memilih habitat yang didominasi manusia seperti area pertanian di daerah yang lebih dingin.
Contoh itu menggambarkan variasi intraspesifik, yang ditemukan di seluruh mamalia Amerika Utara. Hal ini bertentangan dengan praktik lama dalam biologi konservasi yang mengkategorikan spesies menjadi dua jenis yaitu spesies yang hidup berdampingan dengan manusia, dan spesies yang tidak.
Menurut para peneliti, saat ini ada pengakuan yang semakin kuat terhadap fleksibilitas ekologi karena spesies menjadi lebih rumit daripada yang disarankan oleh dua kategori tersebut.
“Kita tidak bisa menggunakan satu pendekatan untuk semua konservasi. Ternyata iklim memiliki peran besar dalam bagaimana spesies merespons hilangnya habitat,” kata penulis senior Daniel Karp, profesor di departemen biologi satwa liar, ikan, dan konservasi di UC Davis.
Sebagai contoh, jika rusa dikelola dengan asumsi bahwa mereka hanya dapat hidup di kawasan lindung, maka pengelola konservasi dapat kehilangan kesempatan untuk melestarikannya di lanskap yang didominasi oleh manusia.
“Di sisi lain, jika kita berasumsi bahwa suatu spesies akan selalu bisa hidup berdampingan dengan kita, maka kita mungkin menyia-nyiakan upaya untuk meningkatkan nilai konservasi bentang alam yang didominasi manusia di wilayah yang terlalu panas bagi spesies tersebut,” kata Karp.
Untuk penelitian ini, para penulis memanfaatkan Snapshot USA, sebuah program pemantauan kolaboratif dengan ribuan lokasi camera trap di seluruh AS. Setidaknya ada 150 ribu rekaman dari 29 spesies mamalia yang dianalisis menggunakan model hunian komunitas.
“Model ini memungkinkan kami mempelajari bagaimana mamalia merespons tipe habitat di seluruh wilayah jelajahnya sambil memperhitungkan fakta bahwa spesies mungkin berada di suatu wilayah, tetapi kami tidak mencatat keberadaannya karena spesies tersebut langka atau sulit ditemukan,” kata Karp.
Studi ini menyajikan metode baru bagi pengelola konservasi untuk menyesuaikan upaya konservasi dan membangun kawasan lindung, serta meningkatkan lanskap yang berfungsi, seperti pertanian, padang rumput, dan area yang dikembangkan.
Penelitian ini diterbitkan dalam Prosiding National Academy of Sciences. Penulis lain yang terlibat dalam studi berasal dari Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research, North Carolina State University, dan Conservation International yang mendanai penelitian. (TR)