JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) menegaskan komitmennya melindungi keanekaragaman hayati dari kepunahan akibat perubahan iklim global.
Kepala Sub-Direktorat Pengawetan Spesies dan Genetik Kementerian Lingkungan Hidup, Badi’ah mengatakan dalam kebijakan IBSAP yang dirancang secara khusus untuk periode 2025-2045 ini lebih spesifik karena telah mengintegrasikan upaya mitigasi perubahan iklim, pelestarian ekosistem, dan pengelolaan keanekaragaman genetik dan spesies.
“Pendekatan yang terintegrasi IBSAP kita tidak hanya berupaya memperlambat perubahan iklim tetapi juga melindungi hayati – sumber daya alam yang menjadi dasar keberlanjutan masa depan,” kata dia dalam webinar Cengkerama Iklim Ditjen PPI KLH bertajuk “Keanekaragaman Hayati Dalam Perubahan Iklim” di Jakarta, Selasa, 26 November 2024.
Dia memaparkan bahwa gagasan peran konservasi dalam penurunan emisi dan optimalisasi pemanfaatan jasa lingkungan terkandung dalam dokumen IBSAP.
Penerapan IBSAP juga semakin strategis dengan payung hukum Undang-Undang (UU) nomor 32 Tahun 2024 yang mengatur bahwa konservasi bukan hanya diberikan kepada spesies tertentu tetapi juga pada tiga level yang meliputi ekosistem, spesies dan genetik.
Untuk itu, ia menilai IBSAP menjadi panduan wajib bagi para pemangku kepentingan bukan hanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetapi juga pihak swasta untuk bersama-sama mewujudkan tujuan pengelolaan keanekaragaman hayati ini.
Empat fokus utama yang akan diimplementasikan dalam IBSAP antara lain pencegahan deforestasi dan degradasi lahan, pengelolaan ekosistem gambut, peningkatan cadangan karbon, dan pengelolaan hutan lestari hingga konservasi kawasan perairan.
Ia menyebutkan dengan begitu Indonesia tidak hanya memitigasi perubahan iklim tetapi juga melindungi keanekaragaman flora dan fauna yang sangat rentan bahkan bisa menimbulkan banyak kepunahan bila suhu global terus meningkat lebih dari 1,5 derajat Celcius seperti saat ini.
Pergeseran populasi teripang di Perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, yang saat ini hanya bisa ditemukan di ke dalaman lebih dari 15-20 meter sementara pada medio 2000-2006 bisa dengan mudah didapati pada kedalaman 3-5 meter. Hal ini membuktikan adanya interaksi nyata perubahan iklim dengan penurunan kualitas habitat makhluk hidup.
“Perubahan iklim ini dampaknya sudah secara nyata dirasakan tentu kita sebagai negara yang kaya akan biodiversity di dunia merespons nya secara aktif melalui rencana aksi (IBSAP) yang menjadi panduannya,” imbuhnya. (TR Network)