JAKARTA – Wilayah Laut Arafura dan Laut Timor (Arafura and Timor Seas atau ATS) memiliki ekologi, geografi, dan struktur sosial politik yang unik. Berada di wilayah Australia, Indonesia, Papua Nugini dan Timor-Leste, koridor perairan tropis yang subur ini melintasi Ekosistem Laut Besar (Large Marine Ecosystem atau LME) Landas Australia Utara, menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dengan Segitiga Karang (Coral Triangle) .
Wilayah ini menyediakan sumber daya penting bagi penduduk berbagai negara dan juga mengisi laut dunia dengan keanekaragaman hayati. Karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat kemitraan regional di wilayah tersebut.
Untuk memastikan keberlangsungan keanekaragaman hayati di perairan Arafura dan Timor (ATS), telah dibentuk Program Arafura and Timor Sea Ecosystem Approach kedua (ATSEA-2), yang merupakan kelanjutan dari program pertama (ATSEA-1).
Salah satu target utama intervensi program ini adalah memperkuat forum kemitraan di tingkat regional Arafura and Timor Sea Expert Forum (ATSEF) yang telah ada sebelumnya menjadi forum yang terlegitimasi dan menjangkau kepada mitra yang lebih luas yang saat ini dikenal sebagai Stakeholder Partnership Forum (SPF).
Menindaklanjuti program kerja tersebut, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP menyelenggarakan pertemuan daring terkait konsultasi SPF ATSEA-2 di tingkat nasional dalam mendukung pengelolaan di wilayah perairan Arafura dan Timor, Selasa (22/6/2021).
Kepala Pusat Riset Perikanan BRSDM Yayan Hikmayani mengatakan, tata kelola di bidang kelautan dan perikanan tidak terlepas dengan adanya kolaborasi multi pihak yang saling mendukung sesuai dengan kewenangan, kapasitas dan ketertarikan terhadap isu dan area tertentu. Khusus pada perairan Arafura dan Timor inisiasi kolaborasi ini telah ada sejak tahun 2006, oleh para peneliti antar negara yang disebut ATSEF.
Menurutnya, ATSEF telah melakukan pemetaan sumber daya hingga implementasi kegiatan dengan dukungan Global Enviromental Facility (GEF) sejak 2007 yang kemudian diimplementasikan pada tahun 2010 dengan program ATSEA-1.
Dalam perkembangannya ada keterbatasan ruang gerak dan implementasi di area jika keanggotaan terbatas pada akademisi. Oleh karena itu pada ATSEA-2, ATSEF kemudian berkembang menjadi insitusi yang resmi dengan keanggotaan dari dimensi stakeholder yang lebih luas seperti dari CSO (civil society organization), private sector, hingga kelembagaan adat yang memberikan warna baru dalam perencanaan dan implementasinya di wilayah ATS.
Yayan melanjutkan, penguatan kelembagaan ATSEF dalam ATSEA-2 kemudian dinamakan sebagai SPF. Peran SPF akan mencakup kordinasi dan implementasi terhadap Strategic Action Plan (SAP) di tingkat regional dan National Action Plan (NAP) di tingkat nasional dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayah ATS.
“SPF akan menjadi bagian dari kemitraan regional dengan keanggotaaan representasi dari tiap negara. Kami sangat paham bahwa dalam lingkup pengelolaan area kita juga mengenal LPP (Lembaga Pengelolaan Perikanan) baik di 718 maupun sebagian perairan Timor di wilayah Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 573 sebagai entitas pengelola yang juga terdapat Panel konsultatif,” ujarnya, dikutip Kamis (24/6/2021).
Dia berharap keanggotaan SPF ini bisa disinkronkan dengan entitas yang sudah ada walaupun akan menjawab isu lebih luas tidak hanya aspek perikanan namun juga pengelolaan ekosistem dan habitat, spesies Endangered, Threatened and Protected (ETP), pencemaran hingga perubahan iklim. Sehingga jauh lebih efektif terkait pengelolaan yang mencakup perairan Indonesia dan memberikan benefit sebanyak-banyaknya untuk negara ini. Dia juga berharap para peserta dapat memberikan input maksimal dalam konteks SPF di Indonesia yang akan dijelaskan lebih lanjut oleh tim ahli dari National Coordinating Unit ATSEA-2 dalam memastikan output pengkajian kelembagaan di wilayah ATS dapat terpenuhi dari sisi perspektif Pemerintah Indonesia, dalam hal ini KKP.
Hadir pada pertemuan ini para perwakilan dari unit eselon 1 lingkup KKP, Regional Project Manager ATSEA-2, National Project Coordinator ATSEA-2, National Coordinator Unit ATSEA-2, IC Policy and Advocacy, United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, konsultan, dan sebagainya. (ATN)