BALIKPAPAN – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tengah memproses Sertifikat Penyerapan Emisi (SPE) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai bentuk pengakuan atas upaya penurunan emisi karbon di sektor kehutanan dan perkebunan.
SPE tersebut akan segera dilelang di pasar internasional dan diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan bagi daerah.
“Jadi ini (SPE) sudah memasuki tatap lelang di berbagai negara dan mudah-mudahan ini bisa berjalan dengan baik,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ahmad Muzakkir dalam Seminar Nasional Kajian Potensi Monetisasi Penurunan Emisi Karbon di Kalimantan Timur, sebagaimana siaran pers Humas, Selasa (5/12/2023).
Dikatakan, SPE diperoleh berkat kolaborasi antara Pemprov Kaltim dan KLHK dalam registrasi nasional dan pengendalian perubahan iklim. Menurutnya, program penurunan emisi karbon di Kaltim telah diimplementasikan sejak tahun 2016 dengan mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2018 tentang perkebunan berkelanjutan di Kaltim.
Adapun, aspek kehutanan dan perkebunan menjadi prioritas dalam penurunan emisi gas rumah kaca karena merupakan ruang pengguna terbesar, terutama di Kaltim.
“Dari total luas 12,8 juta hektare di Kaltim, 8,4 juta hektare atau 65% merupakan kawasan hutan, sementara sektor pertanian menempati 3,4 juta hektare atau 26%. Sisanya, sekitar 10%, digunakan untuk perkantoran dan lainnya,” ujarnya dalam Seminar Nasional Kajian Potensi Monetisasi Penurunan Emisi Karbon di Kalimantan Timur, Selasa (5/12/2023).
Selain itu, dia menyebutkan keberhasilan Kaltim dalam mengurangi emisi dan deforestasi pertama bahkan di Asia telah menjadi contoh yang penting di Indonesia, seperti yang telah dibahas dalam diskusi dengan berbagai lembaga dan CSO di kementerian terkait.
Dia mencontohkan, perbandingan pengelolaan kawasan perkebunan sawit dan biji bunga matahari menunjukkan peran besar perkebunan sawit dalam tutupan lahan, selain aspek kehutanan. Di sisi lain, Program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) memberikan kontribusi besar, dengan total kontrak US$110 juta, membantu dalam mengelola lingkungan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Benua Etam.
“Rencana investasi berbasis kinerja karbon telah disepakati, dimana biaya operasionalnya adalah 26% dari total, sementara manfaat kinerjanya mencapai 65%. Adapun reward kepada masyarakat dalam rangka pengelolaan dan menjaga hutan dialokasikan sebesar 10%,” terang Muzakkir.
Dikatakan, Pemprov Kaltim telah merumuskan program kegiatannya, dengan fokus pada perbaikan tata kelola hutan dan lahan, penguatan pembinaan hutan, pengurangan deforestasi, pembinaan terhadap kelompok tani peduli api, alternatif penghidupan masyarakat yang berkelanjutan, dan manajemen serta pemantauan program-program tersebut.
Sebagai informasi, SPE merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengukur dan mengakui penyerapan emisi karbon oleh suatu wilayah atau negara. SPE dapat diperdagangkan di pasar karbon internasional, sehingga dapat memberikan insentif bagi negara atau daerah yang berhasil menurunkan emisi karbonnya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang aktif dalam program FCPF, yang merupakan inisiatif global untuk mendukung upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+). (TR Network)