JAKARTA – Perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata bagi kehidupan di planet bumi.
Sebuah studi baru dari yang dilakukan University of Florida bersama Dinas Kehutanan AS menemukan bahwa perubahan iklim mengancam penyerapan karbon hutan secara global.
Dengan meningkatnya suhu, kekeringan, kebakaran hutan, hingga wabah penyakit yang berdampak pada pepohonan, para peneliti memperingatkan bahwa hutan di seluruh Barat Amerika akan menanggung beban terberat akibatnya.
Penelitian yang dipimpin oleh peneliti Biologi University of Florida, J Aaron Hogan dan Jeremy Lichstein ini diterbitkan dalam Prosiding National Academy of Sciences. Studi ini mengungkapkan ketidakseimbangan regional yang nyata dalam produktivitas hutan – barometer utama kesehatan hutan yang mengukur pertumbuhan pohon dan akumulasi biomassa.
Hutan memainkan peran penting dalam mengatur iklim bumi, bertindak sebagai penyerap karbon yang menyerap sekitar 25 persen emisi karbon manusia setiap tahunnya. Namun, kemampuan hutan untuk menyimpan karbon bergantung pada keseimbangan antara dampak positif dan negatif dari perubahan iklim.
Penelitian ini, dengan menggunakan data inventarisasi hutan berskala nasional, memodelkan tren dari tahun 1999 hingga 2020, dengan menganalisis 113.806 pengukuran di hutan non-perkebunan.
“Kami menyaksikan perubahan fungsi hutan karena ekosistem hutan merespons pemicu perubahan global, seperti pemupukan karbon-dioksida dan perubahan iklim. Keseimbangan masa depan dari pendorong-pendorong ini yang akan menentukan fungsi hutan dalam beberapa tahun hingga beberapa dekade mendatang,” kata Hogan seperti dilansir dari Phys, Rabu (24/1/2024).
Beberapa faktor pendorong, seperti kekeringan dan patogen hutan, memiliki dampak negatif terhadap produktivitas, namun faktor pendorong lainnya, seperti pemupukan karbon-dioksida, diprediksi memiliki dampak positif.
Fenomena ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar karbon-dioksida mendongkrak pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan fotosintesis, yang mengilhami para peneliti untuk melihat lebih dalam dampaknya.
“Dinas Kehutanan AS telah memantau pertumbuhan dan kelangsungan hidup lebih dari satu juta pohon di seluruh AS selama beberapa dekade. Kami tertarik untuk melihat apakah data mereka memberikan bukti peningkatan laju pertumbuhan pohon, seperti yang diprediksi oleh hipotesis pemupukan karbon-dioksida,” kata Lichsteim.
Sementara pertumbuhan pohon di AS bagian Timur sesuai dengan ekspektasi, wilayah Barat menunjukkan dampak iklim ekstrem yang membayangi tren pertumbuhan positif, sehingga menantang asumsi umum bahwa kemampuan hutan menyimpan karbon akan terus meningkat.
Studi ini menunjukkan bahwa proyeksi iklim dan kenaikan permukaan air laut di masa depan mungkin terlalu optimis karena, pada kenyataannya, ekosistem cenderung menyimpan lebih sedikit karbon di masa depan.
“Lebih sedikit penyimpanan karbon ekosistem berarti lebih banyak karbon di atmosfer dan oleh karena itu lebih banyak pemanasan dan mempercepat perubahan iklim,” kata Lichstein.
Temuan ini juga menunjukkan fakta bahwa perubahan iklim bukanlah kekuatan yang seragam, melainkan sebuah agen dinamis dengan pengaruh yang spesifik untuk setiap wilayah.
Studi ini menggambarkan bagaimana tingkat perubahan iklim dapat mendorong hutan melewati titik kritis. Beberapa hutan telah mendekati atau melampaui ambang batas iklim yang menggesernya menjadi sumber karbon, bukan lagi sebagai penyerap karbon dari atmosfer.
“Penyerapan karbon ekosistem tidak dijamin bersifat permanen, dan dapat dibalikkan oleh perubahan iklim. Pembalikan ini sudah terjadi di AS bagian Barat, dan ada tanda-tanda bahwa hal ini mungkin juga terjadi di wilayah lain yang terkena dampak kekeringan di dunia, seperti Amazon,” kata Lichstein
Dengan pertumbuhan pohon yang lebih lambat akibat dampak perubahan iklim yang merugikan, termasuk penurunan curah hujan, penelitian ini menyiratkan bahwa, bahkan tanpa kebakaran hutan yang semakin meningkat, penyerap karbon di hutan-hutan di Barat akan terus melemah tanpa tindakan segera untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia.
“Kita harus memiliki hutan yang sehat sehubungan dengan pengurangan emisi untuk memulihkan keseimbangan karbon global dan membatasi perubahan iklim,” kata Hogan.
Transformasi yang terjadi di hutan AS menimbulkan kekhawatiran akan ketahanan dan keberlanjutan hutan di masa depan. Para peneliti berharap temuan mereka menyoroti kebutuhan mendesak bagi pemerintah dan industri untuk bekerja sama dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai emisi net zero sesegera mungkin. (TR)