JAKARTA – Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyusun Panduan Pendidikan Perubahan Iklim guna menyikapi isu perubahan iklim. Panduan Pendidikan Perubahan Iklim ini sebagai salah satu isu prioritas dalam kurikulum nasional.
Ketua Tim Kurikulum, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar), Yogi Anggraena menyampaikan nantinya materi tentang perubahan iklim ini bukan sebagai mata pelajaran baru untuk dipelajari oleh anak, melainkan menjadi bagian dari intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang telah berjalan. Kemudian kokurikuler adalah kegiatan yang menguatkan kegiatan intrakurikuler, seperti kunjungan ke museum atau tempat edukasi lainnya. Terakhir, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang lebih mengembangkan minat siswa dan tenaga pengembangan diri, misalnya olahraga, seni, atau kegiatan keagamaan.
“Pada tahap awal penyusunan, kita memang memetakan kemampuan apa yang perlu dimiliki peserta didik mulai dari fase pondasi pada PAUD, SD, SMP, SMA, kita petakan. Setelah kita menyusun kemampuan apa yang perlu dimiliki maka kita petakan ke intrakurikuler, ke dalam kokurikuler, dan ke dalam ekstrakurikuler,” kata Yogi dalam keterangan pers pada Senin, 14 Oktober 2024.
Menurutnya, tema ini sudah ada dalam beberapa mata pelajaran yang nantinya secara tidak langsung peserta didik akan mempelajari tentang perubahan iklim.
“Lalu akan diperkuat di kokurikuler seperti Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) tentang gaya hidup berkelanjutan dan melalui ekstrakurikuler seperti pramuka,“ ujar Yogi.
Untuk itu, Kemendikbudristek menyusun panduan yang berisi berbagai contoh praktik baik untuk dipelajari oleh satuan pendidikan. Harapannya agar selanjutnya pendidikan perubahan iklim ini bisa menjadi gerakan bersama.
Kepala Pusat Pengembangan Generasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Luckmi Purwandari mendukumg hadirnya panduan yang disusun oleh Kemendikbudristek. Menurutnya panduan tersebut akan dibutuhkan, tak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa yang akan datang.
“Saat ini krisis lingkungan itu ada tiga yaitu perubahan iklim, biodiversity loss, dan pencemaran limbah dan sampah. Ketiga krisis ini saling kait-mengait. Oleh karena itu KLHK mendorong adanya gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya tujuannya salah satunya tadi untuk menghadapi tiga krisis tadi,“ ujar Luckmi.
Menurut Luckmi, dengan adanya pendidikan perubahan iklim, anak-anak sekolah juga akan mendapat pengetahuan pengetahuan tentang potensi bahaya dari perubahan iklim berikut potensi yang dimiliki di daerahnya.
“Jadi perubahan iklim ini di setiap daerah bisa berbeda-beda wujudnya, bentuknya beda. Harapannya siswa tahu dan juga pengajar juga tahu,“ ujar Luckmi.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jakarta sudah mengeluarkan surat edaran tentang panduan implementasi kurikulum tersebut. Nantinya ditekankan agar sekolah memasukan isu-isu yang sedang berkembang, salah satunya tentang perubahan iklim.
“Pemprov Jakarta sudah mendukung (pendidikan) perubahan iklim. Sejak 2016 sudah ada Pergub tentang sekolah rawan bencana. Kami mengapresiasi sekolah-sekolah yang berhasil meraih Adiwiyata Nasional, sekolah-sekolah yang berhasil menerapkan sekolah hijau, maupun sekolah yang mengimplementasikan kegiatan terkait perubahan iklim,” ujar Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Ali Mukodas. (AT Network)