JAKARTA – Sebagai National Focal Point Agenda Iklim Global untuk Indonesia, KLHK bersama Kementerian Friends of NDC (Kemen ESDM, Kemenhub, KKP, Kemenperind, Kementan, Kemenkeu) dan juga bersama-sama para pemangku kepentingan berdiskusi dalam rangka perampungan update NDC yang kedua, pada kegiatan Komunikasi Publik Second Nationally Determined Contribution (SNDC) di Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.
Dokumen SNDC memuat pembaharuan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam pengendalian perubahan iklim global dengan tetap memegang prinsip no-back sliding atau tidak mengurangi komitmen sebelumnya yang sejalan dengan Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) untuk mencapai tujuan Paris Agreement.
Menteri Siti Nurbaya dalam arahannya menyampaikan tentang perjalanan agenda iklim di Indonesia, selama 10 tahun dengan tahapan kerja komitmen Indonesia melalui Intended-NDC, Updated-NDC, Enchanced-NDC dan untuk saat ini dengan Second-NDC.
“Perjalanan dan tahapan penting peran dalam komtimen iklim Indonesia harus dipahami serta implementasinya dan keberhasilannya hingga sekarang di tahun 2024. Sebelumnya kita telah menegaskan NDC pada Paris Agreement dan submitt ke PBB di New York tahun 2016 dengan angka 29 %; dan sebelumnya NDC pada era pemerintahan sebelumnya dengan angka 26 % NDC (dalam rezim Protokol Kyoto). Saya ingin kita bisa membedakan dengan jelas Konvensi dalam rezim Kytoto Protokol; dan Konvensi dalam rezim Paris Agreement, dengan rambu-rambu yang berbeda dan membawa konsekwensi yang berbeda bagi negara pihak termasuk bagi kerja-kerja kita di Indonesia. Dalam hampir 10 tahun ini hasilnya secara umum diakui internasional cukup baik”, pesan Menteri Siti Nurbaya.
Lebih lanjut Mneteri menegaskan bahwa setiap negara memiliki kewajiban memenuhi komitmen dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan dalam pengembangnnya dengan guidelines dan rambu-rambu yang ditegaskan dalam konvensi UNFCCC.
Indonesia telah mengembangkan langkah-langkah dalam agenda iklim dengan mengikuti konvensi global dalam rambu-rabu dasar Pancasila dan UUD 1945.
“Saya terus menerus meminta kepada seluruh jajaran KLHK untuk selalu menggunakan pisau analisis Pancasila dan UUD 1945 untuk setiap agenda internasional yang dilaksanakan di Indonesia/KLHK, untuk komitmen global yang wajib kita penuhi, sebagai konsekwensi ratifikasi negara dan sebagai agenda ikut melaksanakan ketertiban dunia, seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945, termasuk dalam hal ini berkenaan dengan agenda perubahan iklim,” tegas Menteri Siti Nurbaya.
Second NDC yang dibangun saat ini mengacu pada kerja penurunan emisi karbon untuk mencapai penurunan emisi global pada skenario 1,5°C untuk mencapai net zero emission tahun 2060 atau lebih cepat dengan cakupan jenis Gas Rumah Kaca yang akan meliputi CO2, CH4, N2O, dan gas baru HFC, dan tingkat emisi menggunakan Reference Year 2019 dengan Peaking rata-rata tahun 2030.
Second NDC juga akan mencakup sektor dan sub sektor baru, yaitu kelautan dan hulu migas, serta merinci lebih jauh dan perluasan cakupan pada sektor industri dan sektor pertanian. Ini bukan pekerjaan mudah dan harus dihadapi tantangan yang makin besar, berat dan kompleks.
Menteri mengajak semua pihak untuk concern dan bekerja bersama sungguh-sungguh melanjutkan kerja-kerja keras yang sudah dilakukan sekarang dengan hasil yang baik dan telah mendapatkan pengakuan internasional sebagaimana dijelaskan oleh Menteri.
Ia juga berpesan “Agenda iklim dan karbon bukan hanya sekedar modis gaya-gayaan, atau ikut-ikutan atau hanya untuk kepentingan sesaat atau hanya untuk kepentingan sekelompok orang; Indonesia kita sangat serius menjalankannya dan makin kuat di dalam 10 tahun terakhir ini, kerja-kerja untuk kepentingan bangsa, untuk kepentingan nasional jangka panjang,” .
Kemudian, Menteri Siti mengungkapkan harapannya melalui penguatan kebijakan pengendalian perubahan iklim yang akan tertuang dalam Second Nationally Determined Contribution (SNDC) nanti. Dokumen SNDC akan memiliki ciri-ciri yaitu bersifat transformatif, mengarus-utamakan aksi iklim ke dalam perencanaan pembangunan yang lebih luas, mengaktualisasi investasi untuk aksi iklim yang efektif, dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.
Menteri Siti juga menegaskan kembali bahwa “Komitmen Indonesia dalam pencapaian target NDC dan mewujudkan visi menuju net zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat akan dapat terlaksana. Hasil exercise untuk S-NDC menunjukkan bahwa Indonesia bisa mencapai angka penurunan emisi hingga 97 % di tahun 2050 dan hingga 103 % di tahun 2060; dengan kata lain, bahwa kita optimis Indonesia akan dapat mencapai net zero emission sebelum tahun 2060.
“Angka-angka perhitungannya sudah ada dan tidak mudah kita lakukan untuk itu. Catatan pentingnya bahwa memerlukan kerjasama semua sektor dan seluruh pemangku kepentingan serta dengan keberlanjutan dari apa yang kita lakukan sekarang. Kerja-kerja keras seperti saat ini, current policies and operations tetap bisa dipertahankan dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Lebih lanjut Menteri menegaskan “Capaian NDC merupakan refleksi dari kebijakan dan kerja lapangan yang nyata dan intens dari seluruh elemen bangsa yang terlibat. Ada kebijakan pemerintah disana, ada kontribusi dunia usaha dan saya percaya yang terbanyak adalah kontribusi masyrakat dalam kerja-kerja penurunan emisi GRK. Indonesia kita sampai dengan sekarang termasuk yang cukup baik dalam kerja-kerja aksi agenda iklim dan termasuk tertib dalam mentaati rambu-rambu konvensi internasional.”
Menteri juga menegaskan “NDC dan karbon adalah persoalan satu kesatuan sistem, hulu-hilir; sehingga harus dipahami bahwa pekerjaan urusan karbon bukan hanya soal perniagaan, melainkan soal performa aksi iklim negara, persoalan eksistensi negara dan bangsa”.
Pada bagian akhir, Menteri mengharapkan bahwa S-NDC ini dapat diselesaikan dan diserahkan kepada Sekretariat UNFCCC sebelum COP 29 karena berkiatan dengan etos kerja, refleksi kerja keras dan prestasi Indonesia, ketika tepat waktu menyampaikan kewajiban komitmen NDC dengan tuntunan guidelines yang baru dari UNFCCC. (TR Network)