JAKARTA – Uni Eropa (UE) menggandeng Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dalam meluncurkan empat proyek transisi hijau dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
“Kami melakukan hal ini berdasarkan sebuah rencana, berdasarkan konsultasi intensif dengan Indonesia, dan rencananya adalah memastikan bahwa lingkungan hidup di Indonesia secara keseluruhan memungkinkan organisasi masyarakat sipil untuk berperan,” kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Denis Chaibi dalam Civil Society Forum 2024 di Jakarta, Kamis, 27 Juni 2024.
Dubes Chaibi menuturkan bahwa hubungan Indonesia-Uni Eropa didasari pada pendekatan demokrasi yang inklusif, di mana kontribusi dari semua kalangan masyarakat sipil diterima. Sehingga, Uni Eropa, lanjutnya, bangga dapat bekerja sama dengan para organisasi masyarakat sipil di Indonesia untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dan transisi hijau.
“Kami ingin memastikan bahwa OMS mempunyai kapasitas untuk memainkan peran, termasuk melalui jaringan dan aliansi. Kami telah melakukan hal ini selama lebih dari 16 tahun, dan sejauh ini kami telah berinvestasi pada masyarakat dan organisasi di Indonesia lebih dari 70 juta euro (Rp1,23 triliun),” ucapnya.
Chaibi menjelaskan bahwa proyek pertama seputar pembangunan dalam transisi energi dan pemanfaatan lahan berkelanjutan. Proyek yang berlangsung selama tiga tahun itu akan mendukung beberapa OMS mengimplementasikan proyek di Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Proyek kedua, terkait perlindungan mata pencaharian hutan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat adat dan masyarakat lokal (IPLC) di provinsi Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Barat agar dapat melakukan pengelolaan hutan lestari secara inklusif.
Proyek ketiga, mengembangkan kapasitas OMS lokal untuk mendorong transisi hijau yang adil dan inklusif yang bertujuan untuk memperkuat jejaring OMS dengan pendekatan gender dan kepemudaan dalam transisi yang berkelanjutan.
Sedangkan proyek keempat membangun lingkungan yang mendukung masyarakat sipil yang diterapkan di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan, Bappenas, Bogat Widyatmoko menyampaikan perubahan iklim menimbulkan ancaman nyata terhadap planet, memperburuk bencana alam, mengancam keanekaragaman hayati, serta melemahkan penghidupan masyarakat yang rentan.
Stabilitas ekonomi masih berada dalam krisis dan menghambat upaya untuk mencapai pertumbuhan inklusif, serta meninggalkan kelompok marginal dalam risiko ketertinggalan. Namun, di balik tantangan tersebut, sambungnya, terdapat peluang untuk inovasi, kolaborasi, dan transformasi. Uni Eropa dan Indonesia mempunyai komitmen yang sama untuk mengatasi tantangan global.
Deputi Bogat juga menilai bahwa tantangan dan peluang global yang ada dalam upaya mencapai transisi ramah lingkungan dan pembangunan yang stabil memerlukan upaya kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk, organisasi masyarakat sipil.
“Melibatkan masyarakat sipil dan berperan penting dalam proses pembangunan sangat selaras dengan tujuan nasional Indonesia sebagaimana tercantum dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan menengah. Kami tahu bahwa masyarakat sipil dapat berkontribusi secara signifikan untuk mencapai tujuan kami,” kata Deputi Bogat. (TR Network)