JAKARTA – Pusat Vulkanlogi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan terjadinya peningkatan Gempa Tektonik Lokal di Kompleks Gunung Lamongan, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, aktivitas vulkanik Gunung Lamongan masih berada pada Level I (NORMAL). Masyarakat diminta mewaspadai goncangan gempa akibat aktivitas patahan aktif yang berpotensi menyebabkan retakan tanah.
“PVMBG mencatat jaringan seismik Gunung Lamongan merekam gempa tektonik lokal sebanyak 13 kali di bulan Agustus, 9 kali di bulan September, dan 19 kali di bulan Oktober 2024. Tanggal 1 November 2024 terjadi peningkatan kejadian gempa tektonik lokal hingga mencapai 63 kali. Gempa terjadi dengan magnitudo durasi (Md) antara 0,5-2,4,” ujar Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid di Bandung, Sabtu (2/11).
Perkembangan terakhir aktivitas Gunung Lamongan periode 1 Oktober-1 November 2024 menunjukkan, gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut. Asap kawah tidak teramati. Cuaca cerah hingga hujan, angin lemah hingga kencang ke arah utara dan timur. “Kegempaan Gunung Lamongan terdiri dari 82 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 7-45 mm, S-P 1,5-36 detik dan lama gempa 13-62,26 detik, dan 38 kali gempa Tektonik Jauh,” tambah Wafid.
Mengenai potensi yang mungkin timbul akibat adanya peningkatan kegempaan ini Wafid mengatakan, potensi bahaya saat ini adalah berupa goncangan gempa akibat pergerakan patahan aktif yang berada di kompleks Gunung Lamongan yang dapat menyebabkan terjadinya retakan tanah.
Gunung Lamongan merupakan gunungapi tipe strato dan memiliki ketinggian puncak 1.671 meter di atas permukaan laut (mdpl). Secara geografis, Gunung Lamongan terletak pada posisi koordinat 7o 59′ LS dan 113o 20,5′ BT serta secara administratif berada di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Kompleks Gunung Lamongan memiliki sekitar 64 pusat erupsi parasit yang terdiri dari 37 kerucut vulkanik dan 27 maar. Sejarah erupsi Gunung Lamongan tercatat sejak tahun 1799 dan memiliki interval erupsi berkisar antara 1 hingga 53 tahun.
Erupsi Gunung Lamongan terakhir terjadi pada bulan Februari 1898 yaitu berupa erupsi dahsyat di suatu titik yang menghasilkan bukit baru (Gunung Anyar). Setelah itu, aktivitas di kompleks Gunung Lamongan berupa peningkatan aktivitas kegempaan lokal yang menyebabkan terjadinya retakan tanah, seperti yang terjadi pada tahun 1925, 1978, 1985, 1988, 1989, 1991, 2005, dan 2012.
Radius Aman G. Lewotobi Laki-laki 3,5 km dari Pusat Erupsi
Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM telah terjadi peningkatan aktivitas vulkanik pada G. Lewotobi Laki-laki, sehingga tingkat aktivitas Gunung Api Lewotobi Laki-laki tetap pada Level III (SIAGA) dengan perubahan zona rekomendasi, terhitung mulai tanggal 1 November 2024 pukul 23.00 WITA.
Dalam tingkat aktivitas Level III (SIAGA), direkomendasikan masyarakat di sekitar G. Lewotobi Laki – laki dan pengunjung/ wisatawan tidak melakukan aktivitas apapun dalam radius 3,5 km dari pusat erupsi G. Lewotobi dan mewaspadai potensi banjir lahar hujan pada sungai-sungai yang berhulu di puncak G. Lewotobi Laki-laki jika terjadi hujan.
“Tingkat aktivitas G. Lewotobi Laki-laki akan dievaluasi kembali secara berkala atau jika terjadi perubahan aktivitas yang signifikan. Tingkat aktivitas dan rekomendasi G. Lewotobi Laki-laki ini tetap berlaku selama surat/laporan evaluasi berikutnya belum diterbitkan,” tutur Wafid. (TR Network)