ACEH — Dua puluh tahun berlalu, provinsi Aceh di ujung barat Indonesia jauh lebih siap. Smong kini menjadi bagian dari kurikulum setiap sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Simeulue dan juga di beberapa kabupaten lainnya, kata Ahmadi, seorang jurnalis dan pendongeng setempat.“Untuk kesiapan penuh, kita tidak bisa mengandalkan kakek dan nenek saja – kita harus memastikan setiap anak siap.”
Asosiasi pendongeng di provinsi ini bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Simeulue untuk melobi kabupaten-kabupaten lain agar melakukan hal yang sama, kata Fahlevi dan Ahmadi.
Bapak Ahmadi sendiri tinggal di ibukota provinsi Banda Aceh ketika tsunami melanda, dan segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Dia mencoba meyakinkan banyak tetangganya untuk melakukan hal yang sama, namun sebagian besar tidak mau mendengarkan, kenangnya.
“Ketika saya kembali, saya melihat jasad di mana-mana,” katanya. “Sekarang, jumlah korban jiwa akan jauh lebih kecil – kami jauh lebih siap.”
Lebih dari 167.000 orang meninggal di Indonesia selama kejadian pada tanggal 26 Desember, dan setidaknya 60.000 orang lainnya di negara-negara lain di Samudera Hindia. Perserikatan Bangsa-Bangsa – atas permintaan pemerintah Indonesia – memberikan dukungan bantuan besar kepada para korban yang selamat. Sepuluh badan PBB terlibat dalam upaya ini, mulai dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) yang membantu para pengungsi, hingga Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) yang menyediakan pasokan darurat untuk anak-anak, serta Program Pembangunan PBB yang membantu upaya rekonstruksi (lihat kotak boks di bawah ini untuk daftar lengkapnya).
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memfasilitasi fase tanggap darurat pada tahun 2004 dan, bersama dengan para mitranya, mengadvokasi pentingnya membangun ketangguhan masyarakat melalui pendidikan kebencanaan sejak tahun 2006 berdasarkan praktik-praktik terbaik internasional. OCHA – bersama dengan badan-badan PBB lainnya, Palang Merah Internasional, universitas, sektor swasta dan LSM – tetap terlibat lama setelah tsunami untuk mendukung Indonesia dan Provinsi Aceh dalam meningkatkan kesiapsiagaan terhadap risiko bencana.
Tsunami telah mengantarkan era baru dalam penanggulangan bencana yang lebih sistematis dan terstruktur di seluruh negeri, berdasarkan praktik-praktik terbaik internasional. Peraturan-peraturan telah dibuat untuk menetapkan dan merampingkan proses dalam menyediakan layanan kesehatan dan makanan pada saat terjadi bencana, serta membentuk badan-badan lokal untuk mengkoordinasikan upaya-upaya kemanusiaan di lapangan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memperkuat keterlibatan dengan para pemangku kepentingan dalam tanggap darurat, pemulihan, dan pembangunan untuk menerapkan kebijakan global.
“Kami percaya bahwa pengurangan risiko bencana, pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim harus ditangani secara holistik,” ujar Raditya Jati, Deputi Menteri Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). “Ketahanan yang berkelanjutan memastikan bahwa kita melindungi hasil pembangunan kita dengan berinvestasi dalam pembangunan ketahanan.”
Negara ini telah mengarusutamakan kerangka kerja Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pasca-2015, Persetujuan Paris UNFCCC dan Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030, sebuah perjanjian internasional yang diadopsi oleh negara-negara anggota PBB pada Konferensi Dunia Ketiga tentang Pengurangan Risiko Bencana pada tahun 2015.
“Telah ada langkah besar dari pemerintah pusat dan provinsi, didukung oleh mitra multi-pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat dan organisasi berbasis agama, dalam meningkatkan kesiapsiagaan,” kata Thandie Mwape, Kepala OCHA Indonesia. Bidang-bidang yang menjadi fokus adalah pendidikan, dan latihan kesiapsiagaan tsunami secara rutin telah diwajibkan di semua sekolah di provinsi ini sejak tahun 2010, katanya. Implementasi program sekolah aman bencana diikuti secara nasional pada tahun 2012 yang mengarah pada peningkatan kesiapsiagaan. Sistem sirene telah dipasang di beberapa provinsi dan penduduk diedukasi tentang apa yang harus dilakukan jika alarm berbunyi.
Saat ini, berkat kemajuan dalam penanggulangan bencana di Indonesia, Humanitarian Country Team, yang terdiri dari PBB, mitra pembangunan dan LSM lokal, memfokuskan dukungannya kepada pemerintah untuk memperkuat kapasitas kesiapsiagaan bencana dan meningkatkan tindakan antisipatif, serta berbagi praktik-praktik terbaik dari Indonesia kepada negara-negara di kawasan regional dan di seluruh dunia.
“Indonesia adalah pusat pengetahuan dan ada banyak hal yang dapat dipelajari oleh dunia dari sini – pembelajaran yang akan berujung pada penyelamatan nyawa,” kata Ms Mwape.(*)