JAKARTA – Masyarakat Indonesia secara garis besar sangat mengkhawatirkan perubahan iklim yang terjadi saat ini.
Survei opini publik tentang perubahan iklim, Peoples’ Climate Vote 2024, menunjukkan 86 persen masyarakat Indonesia ingin pemerintah meningkatkan upaya untuk mengatasi krisis iklim. Hal ini senada dengan 60 persen masyarakat Indonesia yang menyatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim.
Survei yang dilakukan United Nations Development Programme (UNDP) bekerja sama dengan University of Oxford, Inggris, dan GeoPoll ini terdiri dari 15 pertanyaan tentang perubahan iklim yang diajukan ke 75.000 orang dalam 87 bahasa di 77 negara, termasuk Indonesia.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang untuk memahami pengalaman masyarakat terkait dampak perubahan iklim dan respons yang diinginkan dari pemerintah. Negara-negara yang disurvei mewakili 87 persen dari populasi global.
“Peoples’ Climate Vote jelas dan tegas: masyarakat dunia ingin para pemimpin mereka mengesampingkan perbedaan dan bertindak sekarang untuk mengatasi krisis iklim,” kata Administrator UNDP, Achim Steiner dalam pernyataan yang dikutip Minggu, 23 Juni 2024.
Hasil survei dengan cakupan yang belum pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan konsensus mengejutkan. “Kami mendorong para pemimpin dan pembuat kebijakan untuk memberi perhatian, khususnya saat negara-negara menetapkan komitmen aksi iklim untuk tahap selanjutnya – atau ‘kontribusi yang ditentukan secara nasional’ di bawah Perjanjian Paris,” katanya.
Dia menegaskan, perubahan iklim adalah permasalahan yang dialami semua negara di seluruh dunia.
Selain seruan untuk aksi iklim yang lebih berani, survei ini menunjukkan dukungan mayoritas yakni 72 persen masyarakat dunia untuk mempercepat transisi dari bahan bakar fosil. Senada dengan hal itu, 55 persen masyarakat Indonesia juga setuju untuk segera beralih dari bahan bakar fosil, sejalan dengan upaya pemerintah untuk mempercepat penggunaan kendaraan listrik.
Masyarakat di seluruh dunia menyatakan mereka memikirkan tentang perubahan iklim. Secara global, 56 persen mengatakan mereka memikirkan perubahan iklim secara reguler, yaitu setiap hari atau setiap pekan, termasuk sekitar 63 persen masyarakat di negara-negara kurang berkembang.
Dibandingkan tahun lalu, lebih dari separuh sekitar 53 persen masyarakat di seluruh dunia mengatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim. Angka yang lebih tinggi terlihat untuk negara-negara kurang berkembang (59 persen). Rata-rata di sembilan negara berkembang pulau kecil yang disurvei, sebanyak 71 persen mengatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim dibandingkan tahun lalu.
“Survei sebesar ini adalah upaya ilmiah yang luar biasa. Sambil mempertahankan metodologi yang ketat, upaya khusus juga dilakukan untuk melibatkan masyarakat dari kelompok marjinal di bagian termiskin dunia. Ini adalah beberapa data global berkualitas tinggi yang tersedia tentang opini publik terkait perubahan iklim,” kata Profesor Departemen Sosiologi, University of Oxford Stephen Fisher.
Direktur Global Perubahan Iklim UNDP Cassie Flynn mengatakan, saat para pemimpin dunia memutuskan komitmen tahap berikutnya di bawah Perjanjian Paris pada tahun 2025, survei ini bukti yang tidak dapat disangkal masyarakat di manapun mendukung aksi iklim yang berani. Ia mengatakan Peoples’ Climate Vote menyuarakan pendapat masyarakat di seluruh dunia, termasuk di antara kelompok-kelompok yang paling sulit untuk disurvei.
“Contohnya, masyarakat di sembilan dari 77 negara yang disurvei belum pernah disurvei sebelumnya tentang perubahan iklim. Dua tahun ke depan adalah salah satu peluang terbaik yang kita miliki sebagai komunitas internasional untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius,” kata Flynn.
“Kami siap mendukung para pembuat kebijakan untuk meningkatkan penyusunan rencana aksi iklim melalui inisiatif Climate Promise UNDP,” tambahnya. (TR)