JAKARTA — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan fenomena hujan dini hari yang terjadi beberapa hari terakhir di Jakarta disebabkan oleh seruak dingin dari daratan Siberia yang meniup awan-awan hujan dari tengah laut.
Peneliti Iklim dan Atmosfer BRIN Erma Yulihastin mengatakan siklus normal hujan di daratan terjadi sore sampai malam hari usai panas matahari maksimum yang membentuk awan-awan konvektif.
“Di laut hujan berlangsung saat tengah malam sampai dini hari. Jadi hujan yang tadinya masih di laut, digeser angin dari utara tersebut (ke daratan),” ujarnya dalam diskusi fenomena cuaca ekstrem di Gedung BJ Habibie, Jakarta Pusat, Rabu.
Erma menjelaskan bila ada hujan yang turun saat tengah malam atau dini hari berarti fenomena hujan tersebut tidak memenuhi teori konvensional atau teori umum dari siklus hujan diurnal.
Menurutnya, fenomena seruak dingin dari daratan Siberia tersebut menghasilkan angin yang kuat jika sampai ke wilayah ekuator seperti Indonesia. Angin utara yang berhembus kencang itu meniup awan-awan hujan di tengah laut ke daratan.
“Pergeseran itu menjalar namanya propagasi, yang artinya sel di sana meluruh terbentuk baru, meluruh lagi terbentuk baru lagi. Akhirnya seperti membangun sebuah jembatan hujan dari laut ke darat,” kata Erma.
Lebih lanjut dia mengungkapkan ada pendinginan suhu permukaan laut yang lokasinya masih di sekitar ekuator, yakni pada tengah laut Jawa bagian utara yang dekat dengan Selatan Karimata atau Natuna.
Suhu permukaan laut yang dingin itu menciptakan tekanan tinggi, sehingga menyebabkan angin semakin kuat berhembus menuju ke Jakarta. Interaksi antara seruak dingin dari daratan Siberia dan pendinginan suhu permukaan laut di Laut Jawa bagian utara menyebabkan hujan turun lebih awal.
“Kedua fenomena itu bergabung menimbulkan hujan dini hari yang sangat deras, itu sebenarnya hujan laut yang waktunya terlalu cepat di lautnya,” pungkas Erma.(*)