JAKARTA – Di tengah bayang-bayang krisis iklim global, mangrove Indonesia tampil sebagai benteng hijau yang kokoh. Memiliki sekitar 3,44 juta hektare atau 23 persen dari total mangrove dunia, Indonesia menyimpan kekuatan alam luar biasa yang mampu menyerap karbon hingga empat kali lebih banyak dibanding hutan biasa. Ini bukan sekadar ekosistem — ini adalah pertahanan utama bumi.
Momentum Hari Bumi 2025 menjadi pengingat bahwa perlindungan ekosistem mangrove bukan pilihan, melainkan keharusan. Lewat aksi penanaman mangrove dan susur mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali, akhir pekan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan komitmen Indonesia dalam barisan terdepan mitigasi perubahan iklim.
Mangrove Indonesia bukan hanya penjaga pantai dan rumah bagi ribuan spesies. Ia adalah penyerap karbon raksasa, pelindung desa dari badai, penjamin air bersih, penyedia nafkah nelayan, dan tumpuan harapan generasi mendatang.
“Dengan menjaga mangrove, kita menjaga udara, air, dan laut Indonesia,” tegas Edy Nugroho, Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut KLH/BPLH.
Sebagai langkah konkret, KLH/BPLH telah merilis Peta Mangrove Nasional 2024 — peta digital canggih yang memetakan lokasi, luas, dan kondisi mangrove di seluruh nusantara. Dengan peta ini, upaya perlindungan mangrove bisa lebih tepat sasaran, berbasis data, dan efektif mendukung ketahanan pesisir.
Tak hanya itu, pemerintah juga mendorong pemberdayaan masyarakat lewat pembentukan Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM) dan Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD). Sinergi antara pemerintah, komunitas lokal, dan dunia usaha menjadi kunci pengelolaan mangrove berkelanjutan.
“Kami ingin membangun model perlindungan mangrove yang bukan hanya kuat secara ekologi, tapi juga melibatkan rakyat sebagai garda penjaga,” ujar Edy.
Aksi penanaman mangrove dalam rangka Hari Bumi ini bukan sekadar seremonial — ini adalah pesan kuat: Indonesia siap memimpin dalam menghadapi perubahan iklim. Kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan agar benteng hijau Nusantara terus kokoh.
“Mari kita mulai dari langkah sederhana — menanam pohon, menjaga mangrove, dan mencintai alam. Inilah kekuatan rakyat, institusi, dan alam yang bersatu demi masa depan bumi yang lebih bersih dan lestari,” tutup Edy. (TR Network)