KEBUMEN – Kawasan Konservasi Ilmiah Karangsambung di Kabupaten Kebumen semakin mengukuhkan posisinya sebagai laboratorium alam unggulan dalam penguatan pembelajaran geografi di Indonesia. Keanekaragaman bentang alam dan budaya yang dimiliki kawasan ini dimanfaatkan sebagai lokasi Kuliah Kerja Lapangan (KKL) I bagi mahasiswa Program Studi S1 Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang (UM).
Kegiatan akademik ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap fenomena geosfer dan mengasah keterampilan observasi lapangan sebagai bagian dari penerapan integrasi geografi fisik dan sosial.
Sebagai kawasan geodiversitas yang dikelola oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Karangsambung menawarkan kekayaan formasi batuan purba yang bernilai tinggi.
“Di Karangsambung terdapat berbagai jenis batuan hasil proses pergerakan lempeng, meliputi batuan beku seperti basal, granit, gabro, andesit, diabas, dasit; batuan sedimen seperti rijang, konglomerat, batu pasir, gamping merah, kalkarenit; serta batuan metamorf seperti sekis mika, serpentinit, dan filit,” jelas Isyqi, Peneliti Pertama Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN.
Isyqi menambahkan bahwa keberagaman jenis batuan ini memberikan nilai edukasi yang signifikan bagi mahasiswa geografi. Melalui observasi langsung, mahasiswa memperoleh pemahaman mendalam terkait proses geologi yang membentuk bentang lahan.
Salah satu lokasi observasi utama dalam kegiatan ini terletak di Kali Muncar, Desa Seboro, Kecamatan Sadang. Di lokasi tersebut, mahasiswa diperkenalkan pada tiga jenis batuan sekaligus, yakni batuan beku Lava Bantal, batuan sedimen rijang-batugamping merah, dan batuan metamorf eklogit. Ketiga batuan tersebut tercampur dalam masa dasar batulempung hitam sebagai akibat tumbukan lempeng samudera dan lempeng benua yang terjadi jutaan tahun lalu.
Selain itu, mahasiswa juga melakukan pengamatan singkapan batuan Diabas di Gunung Parang, Desa Karangsambung.
“Struktur kekar kolom yang terdapat pada batuan Diabas ini menjadi bukti vulkanisme bawah laut pada masa Oligosen, yang merupakan catatan penting dalam studi geologi,” tambah Isyqi.
Satti Wagistina, Dosen Geografi Universitas Negeri Malang, menyampaikan bahwa kegiatan KKL ini dirancang untuk menanamkan pemahaman keterkaitan antara komponen geografi fisik dan aktivitas manusia.
“Melalui interpretasi peta, analisis data, dan observasi lapangan, mahasiswa diharapkan mampu mengenali karakteristik bentang lahan fisik sekaligus memahami dimensi sosial budaya masyarakat setempat,” ujarnya.
Menurutnya, keberagaman fenomena geosfer seperti geomorfologi, geologi, hidrologi, serta aspek sosial ekonomi dan budaya tidak dapat dipahami sepenuhnya melalui teori semata. Pengamatan lapangan menjadi sarana untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam perkuliahan.
Ferryati Masitoh, Dosen Geografi Universitas Negeri Malang, menambahkan bahwa selain peningkatan kompetensi akademik, kegiatan ini juga mendorong pengembangan soft skill mahasiswa.
“Melalui kegiatan ini, mahasiswa didorong untuk menyusun laporan ilmiah, esai, dan video dokumentasi, sekaligus meningkatkan kemampuan kerja sama tim, kepemimpinan, komunikasi, serta adaptasi di lingkungan yang beragam,” jelasnya.
Sementara itu, Dandy Hayat, Ketua Pelaksana KKL I, menjelaskan bahwa kegiatan bertema “Integrasi Geografi Fisik dan Sosial Melalui Eksplorasi Bentang Alam dan Budaya dalam KKL 1 Geografi 2024” merupakan mata kuliah wajib berbobot dua SKS yang diikuti oleh seluruh mahasiswa Program Studi S1 Geografi UM.
“Melalui KKL ini, mahasiswa tidak hanya memperoleh pemahaman teoritis tetapi juga pengalaman empiris yang menjadi bekal dalam pengembangan keilmuan geografi,” tegas Dandy.
Dengan memanfaatkan kekayaan geodiversitas Karangsambung, kegiatan ini diharapkan mampu menghasilkan lulusan geografi yang memiliki kompetensi akademik, keterampilan lapangan, dan kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. (TR Network)