JAKARTA – Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mendesak negara-negara di dunia untuk mengalihkan sekitar US$7 triliun subsidi tahunan langsung dan tidak langsung untuk bahan bakar fosil, sebagian bagian dari upaya melawan perubahan iklim.
Georgieva mengatakan bahwa total subsidi bahan bakar fosil termasuk US$1,3 triliun subsidi langsung dari pemerintah, dan juga subsidi tidak langsung yang mencakup kegagalan dalam menentukan harga emisi karbon. Ia menambahkan bahwa harga karbon harus ditetapkan sebesar US$85 per ton pada tahun 2030.
Penetapan harga karbon sebesar 25 persen dari harga tersebut akan menghasilkan dana sebesar US$800 miliar yang dapat digunakan untuk mengurangi perubahan iklim. Sementara itu, penetapan harga sebesar 50 persen akan menghasilkan US$1,5 triliun.
“Poin saya adalah mari kita membawa sumber daya, membawa mereka dari tempat yang merugikan ke tempat yang membantu,” kata Georgieva dalam panel iklim World Economic Forum di Davos, Swiss, Sabtu, 20 Januari 2024.
Ia menambahkan bahwa IMF memasukkan tujuan pengurangan emisi ke dalam diskusi kebijakan makroekonomi dengan negara-negara penghasil emisi tinggi dan tujuan adaptasi iklim dengan negara-negara yang rentan.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Bank Dunia, Ajay Banga, mengatakan bahwa dunia tidak akan mampu menanggung biaya pertumbuhan dengan emisi yang tinggi dalam satu dekade ke depan. Karenanya, para pemimpin harus meningkatkan urgensi untuk menemukan cara-cara guna membiayai sumber-sumber energi bersih dan membuka jalan bagi modal swasta untuk berinvestasi.
“Kita tidak bisa menjadi pihak yang melakukan semua proyek ini dan menaruhnya di neraca keuangan kita. Neraca keuangan kami terbatas,” kata Banga.
Menurut dia, Bank Dunia telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko politik, dengan tujuan untuk meningkatkan jaminan risiko politik menjadi US$20 miliar per tahun pada tahun 2030 dari US$6-7 miliar hingga saat ini.
Ketidakpastian peraturan dan risiko nilai tukar mata uang asing juga menghalangi investasi swasta dalam transisi energi di banyak negara, dan Bank Dunia dapat membantu menyerap sebagian risiko tersebut.
“Negara-negara ini tidak memiliki pasar lindung nilai yang cukup luas atau cukup dalam. Lembaga-lembaga seperti kami harus menemukan cara untuk masuk dan membantu mengisi kesenjangan itu,” jelas Banga. (TR)