Senja di Pantai Amtasi, Timor Tengah Utara, hari itu tak seperti biasanya. Laut yang biasanya tenang berubah menjadi saksi bisu dari tragedi alam yang memilukan.
Tubuh raksasa sepanjang 11 meter itu terbaring kaku di pasir pantai. Sirip-siripnya lusuh, kulitnya mulai terkelupas, dan aroma kematian menyergap dari kejauhan. Seekor paus sperma (Physeter macrocephalus) — pengembara samudera — ditemukan mati terdampar, jauh dari habitat aslinya.
Ia datang sendirian. Diam. Tak lagi bergerak.
Awal Mula Tragedi di Laut Timor
Sabtu, 5 April 2025, nelayan Atapupu yang sedang melaut di sekitar Tanjung Selowae, Desa Motadik, tak menyangka akan melihat pemandangan menggetarkan hati itu — sosok paus raksasa yang tampak lemah, terombang-ambing di laut.
Takdir membawanya hanyut perlahan hingga akhirnya, pada Selasa sore, 8 April 2025, tubuhnya terdampar di Pantai Amtasi. Ombak seolah menyerahkannya kembali ke daratan — sebagai pesan sunyi dari laut.
Berita itu cepat menyebar. Rabu, 9 April 2025, laporan resmi sampai ke Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang. Malam harinya, Tim Respon Cepat bergegas menembus gelap, menuju lokasi terpencil di pesisir Kabupaten Timor Tengah Utara.
Saat Tim Tiba di Lokasi: Sunyi, Bau Busuk, dan Rasa Haru
Ketika pagi menyingsing, tim bersama aparat desa dan warga setempat berdiri terpaku di tepi pantai. Tubuh paus itu sudah dalam kondisi membusuk berat — kode 4 dalam standar identifikasi. Jenis kelaminnya bahkan sulit dikenali.
Imam Fauzi, Kepala BKKPN Kupang, bercerita bahwa lokasi tersebut sangat sulit dijangkau. Jalan berlumpur, sempit, dan tak memungkinkan alat berat masuk untuk proses penguburan.
“Kami berembuk dengan masyarakat. Dengan medan seperti ini dan ukuran paus sebesar ini, satu-satunya cara adalah membakarnya,” ujar Imam dengan nada berat.
Prosesi Pembakaran: Menghantar Kepergian Sang Penjelajah Laut
Sore itu, kayu-kayu kering mulai dikumpulkan. Api dinyalakan perlahan. Proses pembakaran berlangsung selama empat jam — seperti ritual sederhana, namun sarat makna.
Asap mengepul ke langit. Bau anyir tercampur aroma kayu terbakar. Beberapa warga tampak memandang nanar ke arah bangkai paus. Barangkali membayangkan perjalanan jauh makhluk megah itu — dari laut dalam ke ujung sepi Pantai Amtasi.
Sebelum tubuhnya benar-benar musnah, tim mengambil sampel jaringan untuk uji laboratorium, termasuk analisis DNA — sebagai jejak terakhir keberadaannya.
Laut Timor: Rumah Bagi Para Pengembara Samudera
BKKPN Kupang mengingatkan bahwa perairan sekitar Pulau Timor bukanlah lautan kosong. Di sanalah jalur migrasi berbagai spesies mamalia laut dilindungi — paus sperma, lumba-lumba, hingga dugong — melintasi perairan ini setiap tahun.
“Ini bukan sekadar bangkai paus. Ini pengingat bahwa laut kita menyimpan kehidupan yang luar biasa, yang harus kita jaga bersama,” ujar Imam.
Pesan dari Laut: Jangan Diam Bila Ada yang Terdampar
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajak seluruh masyarakat pesisir untuk siaga dan peduli. Mamalia laut yang terdampar butuh pertolongan cepat. Butuh tangan manusia untuk menyelamatkan — atau setidaknya melepas mereka kembali ke alam dengan cara terhormat.
Laut Timor telah berbicara. Ia meninggalkan pesan dalam diam. Dan seekor paus sperma di Pantai Amtasi telah menjadi saksi bahwa harmoni manusia dan laut harus terus dijaga. (Tim)