LAMPUNG – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, bersama UNDP Indonesia, telah menyelenggarakan Pertemuan Para Stakeholder dalam konteks Blue Finance Accelerator (BFA) untuk Implementasi Ekonomi Biru dan Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Acara ini berlangsung di Bandar Lampung pada tanggal 2 Agustus 2024.
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Focus Group Discussion mengenai Peningkatan Keamanan dan Ketahanan Maritim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Bandar Lampung, yang membahas strategi dan program konkret untuk memperkuat WP3K melalui kolaborasi dan sinergi multi-stakeholders pada 1-2 Agustus 2024.
Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim, Kemenko Marves, R.A Adriani Kusumawardani, dalam sambutannya, menyampaikan pentingnya implementasi Peta Jalan Ekonomi Biru 2024 guna memaksimalkan potensi ekonomi laut dengan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem laut.
“Peta jalan ini memberi ruang untuk pengembangan teknologi dan inovasi di sektor kelautan. Teknologi berbasis maritim dapat membantu memantau kondisi laut secara real-time, meningkatkan efisiensi dalam penangkapan ikan, serta mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem laut,” jelas Adriani.
Asisten Deputi Adriani juga menegaskan pentingnya kolaborasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, perbankan, lembaga keuangan, filantropi, akademisi, dan masyarakat untuk memberdayakan masyarakat pesisir dan pulau-pulau terluar melalui program Ekonomi Biru.
“Sinergi para pihak ini menjadi solusi komprehensif dan efektif yang dapat diterapkan dari keberhasilan program serupa yang telah dilakukan di daerah-daerah Indonesia bagian tengah,” kata Adriani.
Kemenko Marves telah bekerja sama dengan UNDP dan Asian Development Bank (ADB) melalui program BFA, di bawah program kerja sama PBB ‘Accelerating SDG Investments in Indonesia’ (ASSIST) yang didukung Joint SDG Fund. Program ini dirancang untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan startup dan usaha kecil dan menengah (UKM) di sektor ekonomi biru, memperkuat kapasitas dan keahlian Pemerintah Indonesia, serta meningkatkan proyek-proyek Ekonomi Biru melalui kemitraan publik-swasta antara pemerintah dan startup/UKM.
Perwakilan UNDP, Cindy Colondam, memaparkan progres pencapaian program BFA, aktivitas pasca-program BFA, dan program pelibatan masyarakat lokal dari UNDP, terutama dalam membangun kapasitas generasi muda Indonesia di sektor ekonomi berbasis kemaritiman.
“Program BFA mendukung pengembangan kapasitas startup dan UKM di sektor Ekonomi Biru seperti perikanan dan akuakultur berkelanjutan, pemberdayaan masyarakat pesisir, serta pengelolaan dan pemanfaatan sampah plastik dan limbah laut, dengan lebih dari 500 penerima manfaat bisnis-ke-bisnis dan lebih dari 60.000 orang memperoleh manfaat dari proyek-proyek alumni BFA, termasuk petani, petambak ikan, fasilitas daur ulang, BUMDES, ibu rumah tangga, dan masyarakat pesisir,” jelas Cindy.
Network para stakeholder program BFA hadir sebagai panelis, termasuk salah satu startup alumni BFA yang memiliki program inovasi di sektor akuakultur berkelanjutan (Banoo), pembangun ekosistem untuk pemberdayaan kewirausahaan sosial (Instellar), dan modal ventura yang berinvestasi pada model bisnis yang memaksimalkan dampak lingkungan dan sosial (Conservation International Ventures/CI Ventures) yang semuanya adalah generasi muda Indonesia.
Para alumni BFA yang sukses menjalankan program-program ekonomi biru yang inovatif ini berbagi strategi keberhasilan startup, potensi investasi berbasis ekonomi masyarakat lokal yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta program-program pembangun ekosistem untuk pengembangan ekonomi biru dan ketahanan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terutama pelibatan masyarakat pesisir, generasi muda daerah, dan keluarga nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
Banoo, sebuah startup pionir di sektor akuakultur, mempresentasikan solusi inovatif untuk meningkatkan kualitas air dan produktivitas budidaya perikanan. Sejak 2020, Banoo telah bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), World Wide Fund for Nature (WWF), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO).
“Misi Banoo selalu mendukung dan mengangkat komunitas akuakultur, terutama UMKM yang menjadi tulang punggung industri ini dan memberi manfaat nyata kepada para petambak ikan di seluruh negeri,” kata Azellia Alma Shafira, CEO Banoo.
Instellar, yang berorientasi pada pengelolaan lingkungan yang lebih baik melalui aksi sosial, terus menekankan pentingnya keselarasan antara sektor ekonomi dan lingkungan yang akan memberikan dampak keekonomian yang lebih besar bagi masyarakat.
“Instellar meyakini bahwa bisnis seharusnya tidak hanya berfokus pada keuntungan, tetapi juga harus mampu memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan,” jelas Rizky Anugrah, Head of Enterprise Development, Instellar.
Hal senada juga disampaikan CI Ventures, yang berfokus pada investasi pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta startup yang memprioritaskan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
“CI Ventures bertujuan menggabungkan dua dunia yang sering dianggap bertentangan: konservasi dan bisnis. Kami yakin bahwa bisnis dapat menjadi pendorong utama bagi pelestarian lingkungan, asalkan menerapkan prinsip ekonomi yang tepat,” ujar Satya Reza Faturakhmat, Sustainable Investments Manager, Conservation International Ventures.
Keduanya ingin menjadi mitra yang mendukung pertumbuhan perusahaan kecil dengan memberikan dukungan finansial dan bimbingan strategis dan dapat menciptakan lebih banyak perusahaan yang menguntungkan secara finansial, sekaligus bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat.
Officer-in-Charge Head of Innovative Financing Lab, UNDP, Nila Murti menyampaikan bahwa program-program seperti BFA dapat menyatukan berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah, pelaku ekonomi dan usaha, mitra pembangunan, dan lembaga keuangan untuk saling berkolaborasi dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi dan penguatan ketahanan masyarakat di sektor Ekonomi Biru.
“Ke depan, UNDP akan terus berkomitmen melaksanakan program-program yang menjembatani kerja sama sektor publik dan swasta untuk memaksimalkan manfaat perekonomian biru dan meningkatkan dukungan pada pengembangan kapasitas dan praktik kewirausahaan, khususnya menjangkau perempuan dan generasi muda demi mengoptimalkan ketahanan masyarakat pesisir dan pulau-pulau terluar,” pungkas Nila Murti.
Sebagai tindak lanjut, Kemenko Marves, UNDP, dan para mitra berkomitmen untuk terus berkolaborasi dalam program konkret yang berfokus pada pengembangan UMKM daerah serta pemberdayaan perempuan dan generasi muda dalam merealisasikan kebermanfaatan Ekonomi Biru di Provinsi Lampung.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Pusat (Bappenas, KKP, Kemenhub, Kemendagri, Kementerian BUMN, BRIN, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan), Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten (Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Timur, Pesisir Barat, Tanggamus dan Pesawaran), BUMN dan lembaga keuangan (PT. Permodalan Nasional Madani dan Yayasan BUMN), lembaga swadaya masyarakat (Indonesia Ocean Justice Initiative, Yayasan Konservasi Way Seputih, Gajahlah Kebersihan, Wawai Waste Foundation, Instellar, Conservation International Ventures, AIESEC Local Chapter Lampung), akademisi (Universitas Lampung), startup (Banoo), dan UMKM Lampung. (TR Network)