JAKARTA – International Finance Corporation (IFC), anggota Kelompok Bank Dunia terus berupaya untuk memperluas implementasi Green Building (Bangunan hijau) di Indonesia, salah satunya dengan menggandeng Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar forum lokakarya.
Langkah ini dilakukan di tengah ekspektasi bahwa negara berkembang seperti Indonesia akan terus mengalami peningkatan permintaan di sektor bangunan, terutama seiring dengan pemulihan ekonomi pasca dampak pandemi Covid-19.
Dilain pihak, IFC berusaha meningkatkan penerapan praktik perancangan bangunan hijau sebagai bagian dari upaya mengurangi dampak lingkungan akibat urbanisasi yang berkembang pesat di negara berpenduduk terpadat keempat di dunia itu.
Sebagai gambaran, berdasarkan data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), industri bangunan bertanggung jawab atas 40 persen penggunaan energi dunia dan 25 persen penggunaan air, memberikan dampak kesehatan masyarakat yang cukup besar sejalan dengan dunia yang terus menghadapi ancaman besar dari bahaya perubahan iklim.
Penggunaan praktik perancangan bangunan hijau dan penerapan skema sertifikasi seperti EDGE, bersama dengan pembiayaan hijau, dipandang sebagai pilihan yang layak untuk membantu mengurangi dan bahkan melawan dampak negatif bagi lingkungan.
Meski lebih dari 180 proyek dan sekitar 6,1 juta meter persegi lahan konstruksi di Indonesia telah disertifikasi hijau, persentase ini masih sangat kecil dibandingkan dengan banyaknya jumlah bangunan baru. Lebih dari 50 persen pembangunan itu terjadi di ibu kota Jakarta.
Ketua IAI Daerah Istimewa Yogyakarta Ahmad Saifudin Mutaqi mengatakan, pembangunan berbasis keberlanjutan telah menjadi norma baru dalam arsitektur di tengah meningkatnya permintaan akan bangunan hemat energi dan air. Sertifikasi EDGE memainkan peran penting dalam membantu arsitek mengubah praktik-praktik pembangunan.
“Meski demikian masih banyak yang harus kami lakukan. Itulah sebabnya rangkaian lokakarya yang didukung IFC ini akan menjadi sangat penting dalam membantu para Arsitek memahami lebih dalam tentang perancangan bangunan hijau,” ujarnya dikutip Sabtu (14/8/2021).
IFC meluncurkan program bangunan hijau di Indonesia pada tahun 2011, membantu menetapkan landasan pada pembuatan peraturan bangunan hijau di Jakarta, Bandung dan Semarang, mengkatalisasi pasar melalui pembiayaan bangunan hijau, meningkatkan edukasi dan kesadaran akan bangunan hijau, serta mempromosikan sistem sertifikasi bangunan hijau milik IFC yang dikenal sebagai EDGE.
Di Indonesia, IFC juga bermitra dengan Green Building Council Indonesia sebagai partner lokalnya dalam pelaksanaan sistem sertifikasi EDGE.
“Kami menerapkan konsep bangunan hijau untuk menawarkan produk yang dapat membantu klien kami menghemat biaya operasional dan efisien dalam pemakaian energi. Kami juga percaya bahwa keberhasilan kami dalam menerapkan konsep tersebut dapat menginspirasi perusahaan lain untuk turut menggunakan prinsip pembangunan gedung hijau,” ujar Ketua IAI Jawa Tengah Sugiarto.
Sebagai sertifikasi bangunan hijau global, EDGE berfokus pada pengurangan konsumsi energi dan air secara strategis serta penggunaan material dengan kandungan energi yang rendah (low embodied energy).
Hingga saat ini, EDGE telah mensertifikasi 1,4 juta meter persegi lahan bangunan di Indonesia dengan potensi pengurangan sebesar 41.639,46 ton CO₂ yang setara dengan penanaman 688.510 bibit pohon.
“Kami merasa sangat terhormat mendapatkan dukungan dan komitmen dari asosiasi-asosiasi ini untuk mempromosikan pembangunan bangunan hijau di Indonesia,” ujar Country Manager Indonesia, Malaysia dan Timor-Leste, IFC Azam Khan.
Menurut Azam, dengan mengakui dan menjalankan proses sertifikasi EDGE, mereka mengukuhkan posisi sebagai pemimpin sektor bangunan di Indonesia dan bergabung dengan IFC dalam mendukung masa depan yang berkelanjutan dan memperbanyak jalur pembangunan rendah karbon.
Rangkaian lokakarya akan diselenggarakan secara virtual selama 12 bulan ke depan, dengan lokakarya pertama akan diadakan pada bulan September. (ATN)