JAKARTA – Untuk mengadaptasi pemanasan global, para ilmuwan mulai melakukan rekayasa genetik untuk menciptakan padi tahan panas dan membutuhkan sedikit air.
Padi jenis ini di masa mendatang akan sangat penting karena pemanasan global terus terjadi. Salah satu dampak dari peningkatan suhu global adalah intrusi air laut ke daratan.
Studi terbaru oleh Institute for Sustainable Food, University of Sheffield, menemukan bahwa mengurangi jumlah stomata pada padi membuatnya lebih tahan garam.
Dikutip dari TCD, Jumat (22/12/2023), stomata mengatur penyerapan karbon dioksida dan kehilangan air untuk tanaman paling penting di Bumi. Padi menyumbang 20 persen dari kalori manusia dan memerlukan 40 persen irigasi di seluruh dunia.
Para peneliti bekerjasama dengan High Agricultural Technology Research Institute di Vietnam untuk merekayasa gen EPF1 pada 72 varietas padi yang dibudidayakan secara tradisional dan padi tersebut tidak mengandung gen dari organisme lain.
“Kami akan beralih ke teknologi pengeditan gen di masa depan yang akan memungkinkan peneliti untuk mengubah tanaman tanpa meninggalkan DNA asing di tanaman pada saat proses selesai,” kata penulis utama Robert Caine kepada Food Navigator.
Ide serupa semakin populer. Ilmuwan dari University of Maryland telah mengembangkan apel tahan panas dan tahan penyakit. Kemudian sebuah peternakan di Israel sedang meleburkan buah-buahan produk mereka termasuk plumeganat, aromakot, blackot, dan plum semangka, untuk bertahan dari cuaca ekstrem. Laporan terbaru menyebut 3,5 miliar orang bergantung pada padi setiap hari dan Vietnam adalah salah satu tempat di mana tanaman ini semakin sulit tumbuh karena interferensi air laut.
“Padi adalah tanaman pangan yang sangat penting yang dikonsumsi oleh lebih dari setengah populasi dunia setiap hari,” kata Caine.
“Memastikan padi dapat bertahan dalam kondisi yang lebih keras akibat perubahan iklim akan menjadi bagian integral dari memberi makan populasi yang terus tumbuh dan diproyeksikan mencapai 10 miliar dalam 60 tahun ke depan.”
Studi yang dipublikasikan di New Phytologist ini melanjutkan penelitian sebelumnya oleh para ilmuwan yang telah menunjukkan bahwa padi dengan kerapatan stomata yang rendah mengonsumsi lebih sedikit air dan semakin tahan kekeringan, bahkan pada suhu tinggi.
Kali ini, mereka menemukan bahwa padi kurang rentan terhadap toksisitas salinitas yang kemungkinan besar karena mengakumulasi garam pada tingkat yang jauh lebih rendah. Langkah berikutnya adalah melihat apakah para ilmuwan dapat membuat spesies padi kerdil yang lebih tahan panas. (TR)