BANDUNG – Teknologi artificial intelligence (AI) mulai dikembangkan pada ekosistem laut, salah satunya untuk mendeteksi Ikan Tuna secara otomomatis di perairan.
“Semoga riset di BRIN dalam penggunaan AI untuk mewujudkan swasembada pangan, dapat dimanfaatkan bersama,” kata Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN, Anto Satriyo Nugroho dikutip Rabu, 11 Desember 2024.
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama usat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN, Risnandar menjelaskan ada beberapa tipe ikan tuna yaitu ikan tuna bluefin, yellowfin, bigeye dan longfin.
Zonasi ikan tuna juga tersebar di dunia. Di Indonesia ikan ini lebih dominan di perairan Manado dan Belitung dengan temperatur menengah.
Ada beberapa cara untuk melakukan penangkapan tuna, bisa melalui cara tradisional maupun modern. Penangkapan ini bisa menggunakan snap (peniti longline) berbentuk seperti peniti yang terbuat dari logam anti karat, sebagai pengait tali pelampung ke tali utama. Atau penangkapan ikan juga bisa dilakukan dengan tali utama yaitu multifilament yang dipintal menjadi tali.
“Untuk metode AI dalam penangkapan ikan tuna dilakukan dengan teknik tertentu yaitu pembelajaran mesin, pendekatan logika dan pengetahuan, pendekatan statistik, dan estimasi metode,” ujar Risnandar.
Risnandar juga menjelaskan bahwa peluang pasar dari penjualan ikan tuna dari Indonesia adalah nomor satu. Peluang tersebut di antaranya meningkatnya transparansi kegiatan penangkapan ikan dan berkurangnya dampak terhadap lingkungan sehingga meningkatkan citra produk sektor tersebut, sistem peringatan dini, peramalan dan perencanaan tata ruang dapat membantu dalam kegiatan perencanaan dengan mempertimbangkan trade off diantara keduanya.
Ia menjelaskan seputar percepatan dan peningkatan perolehan serta cakupan data untuk penilaian stok, evaluasi indikator keberlanjutan dan kebutuhan data manajemen lainnya. Peningkatan keberlanjutan ekonomi industri perikanan juga dilakukan dengan mengurangi biaya operasional. Serta modernisasi perikanan dan daya tariknya bagi populasi yang lebih muda.
“Sedangkan hambatannya adalah kepercayaan dan keengganan industri untuk berubah, biaya awal, kurangnya keahlian, ketidakpastian, hukum dan birokrasi, serta kendala bahasa,” ucap Risnandar.
Untuk riset ini, lanjut Risnandar, akan dilakukan dengan peningkatan kamera yang ditempatkan dan tingkat kekotoran lensanya. Selain itu, BRIN juga kolaborasi dengan berbagai pihak baik internal maupun eksternal, serta peningkatan sampai tingkat global.
Secara garis besar sistem yang digabungkan mulai dari penangkapan hingga teknologi baik perkapalan dan pengambil kebijakan.
“Melalui aplikasi deteksi ikan tuna ini ke depannya, diharapkan pangan ikan tuna semakin banyak dikonsumsi masyarakat dan kegiatan ekspor semakin meningkat,” tutur Risnandar. (TR Network)