BAKU – COP29 resmi merilis draf kesepakatan pendanaan iklim yang menyerukan kepada negara-negara kaya untuk memberikan setidaknya US$300 miliar per tahun atau sekitar Rp4.762,5 triliun (kurs Rp15.875 per dolar AS) dalam bentuk pendanaan iklim kepada negara berkembang.
Draf yang dirilis pada Minggu, 24 November 2024 pagi di Baku, Azerbaijan itu menjadi awal dari sebuah kesepakatan pendanaan yang dicapai dengan susah payah setelah negosiasi yang berlangsung selama dua minggu. Proposal pendanaan final ini merupakan lompatan dari US$250 miliar yang ditawarkan pada hari Jumat, 22 November 2024, yang memicu kecaman luas karena dianggap tidak memadai.
Jumlah tersebut juga merupakan peningkatan tiga kali lipat dari janji pendanaan yang sudah ada sebesar US$100 miliar per tahun yang akan berakhir tahun depan. Teks yang diusulkan juga menyerukan kepada semua pihak untuk bekerja sama “untuk memungkinkan peningkatan” pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang dari semua sumber publik dan swasta hingga setidaknya US$1,3 triliun per tahun pada 2035.
Para delegasi akan segera memasuki sesi penutupan untuk mendiskusikan dan kemungkinan mengadopsi rencana tersebut. Namun, ini juga merupakan kesempatan untuk lebih banyak perubahan dan penyampaian keluhan.
Sebelum sesi tersebut, para negosiator dari India, Amerika Serikat, Uni Eropa, Bolivia dan UEA berkumpul. Di dalam ruang pertemuan, para delegasi mendiskusikan kekhawatiran tentang bagaimana pembiayaan bank pembangunan multilateral akan diperhitungkan.
Proses negosiasi mengalami perubahan dramatis pada Sabtu. Pembicaraan terhuyung-huyung di ambang kehancuran saat para delegasi bersiap untuk terbang pulang dan negara-negara tetap berselisih mengenai berbagai isu mulai dari keuangan hingga emisi. Garis besar draf kesepakatan akhir telah disepakati dalam pertemuan selama lebih dari satu jam di kantor kepresidenan pada larut malam dengan negara-negara kunci dan blok-blok perundingan.
Para negosiator yang hadir dalam pertemuan tersebut termasuk perwakilan dari Inggris, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Aliansi Negara-Negara Kepulauan Kecil. Pembicaraan iklim PBB dibangun berdasarkan konsensus, sehingga memaksa para pejabat untuk menemukan titik temu di antara hampir 200 negara.
“Kami melakukan pembicaraan yang bermanfaat. Hal ini selalu mengenai konten, proses, dan dalam banyak hal juga mengenai empati. Namun, butuh 195 negara untuk kerja sama,” ujar Kepala iklim Uni Eropa Wopke Hoekstra menyampaikan kepada wartawan.
Sebelumnya, negosiasi pendanaan iklim di Konferensi Iklim atau COP29 berisiko mencapai jalan buntu seiring dengan belum jelasnya sumber pembiayaan US$1 triliun. Namun COP29 yang berakhir pada Jumat, 22 November 2024, titik temu belum juga dicapai di antara negara-negara peserta konferensi. Hal ini terlihat dari aksi negara-negara berkembang yang mendesak negara maju untuk terbuka menyampaikan besaran komitmen mereka untuk pendanaan iklim.
Negara maju menilai draf kesepakatan masih belum merefleksikan ambisi untuk memangkas emisi dengan signifikan. Mereka terutama meyoroti kurangnya komitmen untuk pengurangan pemakaian bahan bakar fosil sebagaimana telah dicapai pada COP28 Dubai. (TR Network)