• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Careers
  • Contact
Sabtu, Juli 5, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Tropis.id
  • Home
  • News
  • Energi
  • Iklim
  • Industri
  • Wisata
    Gerakan Wisata Bersih di Kota Tua Jakarta untuk Pariwisata Berkelanjutan

    Gerakan Wisata Bersih di Kota Tua Jakarta untuk Pariwisata Berkelanjutan

    Telaga Biru di Gurun Pasir, Daya Tarik Wisatawan Asing di Bintan

    Telaga Biru di Gurun Pasir, Daya Tarik Wisatawan Asing di Bintan

    Konservasi Mangrove, Upaya Jakarta untuk Cegah Banjir Rob di Pesisir Utara

    Libur Panjang, Ini Destinasi Wisata Alam di Jakarta yang Layak Dikunjungi

    Wisata Alam Gunung Semeru Kembali Dibuka

    Wisata Alam Gunung Semeru Kembali Dibuka

    Tahun Baru 2025, Wisata Alam Gunung Rinjani Ditutup

    Tahun Baru 2025, Wisata Alam Gunung Rinjani Ditutup

    Wisata Gastronomi Makin Berkembang di Ubud, Bali

    Wisata Gastronomi Makin Berkembang di Ubud, Bali

    Trending Tags

    • Sillicon Valley
    • Climate Change
    • Election Results
    • Flat Earth
    • Golden Globes
    • MotoGP 2017
    • Mr. Robot
  • Konservasi
    Indonesia Luncurkan Inisiatif Konservasi Hutan dan Lahan Gambut di Riau

    Indonesia Luncurkan Inisiatif Konservasi Hutan dan Lahan Gambut di Riau

    Populasi Harimau Sumatra Bertambah, Konservasi Satwa Liar Membuahkan Hasil

    Populasi Harimau Sumatra Bertambah, Konservasi Satwa Liar Membuahkan Hasil

    Menggali Potensi Hayati Indonesia untuk Masa Depan Berkelanjutan

    Konservasi Bukan Hanya Pelestarian, Tapi Pengelolaan Berbasis Iptek dan Kearifan Lokal

    Konservasi Laut: Dua Hiu Paus di Gorontalo Dipasangi Tag Satelit

    Konservasi Laut: Dua Hiu Paus di Gorontalo Dipasangi Tag Satelit

    Konservasi Mangrove, Upaya Jakarta untuk Cegah Banjir Rob di Pesisir Utara

    Mangrove Indonesia: Benteng Hijau Hadapi Krisis Iklim

    Kebun Raya Cibodas Rayakan 173 Tahun: Komitmen Nyata dalam Pelestarian Tumbuhan Indonesia

    Kebun Raya Cibodas Rayakan 173 Tahun: Komitmen Nyata dalam Pelestarian Tumbuhan Indonesia

    Dua Geopark Indonesia Ditetapkan sebagai UNESCO Global Geoparks

    Dua Geopark Indonesia Ditetapkan sebagai UNESCO Global Geoparks

    Tyto alba, Sang Penjaga Sawah: Harmoni Alam untuk Pertanian Berkelanjutan

    Tyto alba, Sang Penjaga Sawah: Harmoni Alam untuk Pertanian Berkelanjutan

    Tragedi Sunyi di Pantai Amtasi: Paus Sperma Raksasa Mati Terdampar di Laut Timor

    Tragedi Sunyi di Pantai Amtasi: Paus Sperma Raksasa Mati Terdampar di Laut Timor

  • Sains
    Karangsambung Jadi Laboratorium Alam untuk Pembelajaran Geografi

    Karangsambung Jadi Laboratorium Alam untuk Pembelajaran Geografi

    Jejak Spiritualitas dan Kepercayaan Masyarakat Papua di Lembah Baliem

    Jejak Spiritualitas dan Kepercayaan Masyarakat Papua di Lembah Baliem

    Potensi Tsunami di Pantai Gosong: Ancaman Nyata untuk Tapak PLTN Kalimantan

    Potensi Tsunami di Pantai Gosong: Ancaman Nyata untuk Tapak PLTN Kalimantan

    Ilmuwan Ungkap Dampak Jangka Panjang Penambangan Dasar Laut

    Ilmuwan Ungkap Dampak Jangka Panjang Penambangan Dasar Laut

    Penemuan Mengejutkan! Gurun Sahara Ternyata Pernah Jadi Sabana Hijau yang Subur

    Penemuan Mengejutkan! Gurun Sahara Ternyata Pernah Jadi Sabana Hijau yang Subur

    Sekjend PBB: Bahan Bakar Fosil akan Ditinggalkan

    Tekan Emisi Karbon Melalui Teknologi Fotobioreaktor CCUS Berbasis Mikroalga

    Riset Material dan Kimia Berbasis Biomassa Aren Mulai Dikembangkan

    Riset Material dan Kimia Berbasis Biomassa Aren Mulai Dikembangkan

    Indonesia Kembali Dipercaya Jadi Tuan Rumah PGEC se-Asia Pasifik

    Indonesia Kembali Dipercaya Jadi Tuan Rumah PGEC se-Asia Pasifik

    Mitigasi Perubahan Iklim, UNIPA Gagas Penelitian Mangrove dan Lamun

    Mitigasi Perubahan Iklim, UNIPA Gagas Penelitian Mangrove dan Lamun

    Suhu Bumi Diperkirakan Telah Melampaui Ambang Batas

    Suhu Bumi Diperkirakan Telah Melampaui Ambang Batas

    Trending Tags

    • Golden Globes
    • Mr. Robot
    • MotoGP 2017
    • Climate Change
    • Flat Earth
  • Forum
  • Ekonomi
  • Home
  • News
  • Energi
  • Iklim
  • Industri
  • Wisata
    Gerakan Wisata Bersih di Kota Tua Jakarta untuk Pariwisata Berkelanjutan

    Gerakan Wisata Bersih di Kota Tua Jakarta untuk Pariwisata Berkelanjutan

    Telaga Biru di Gurun Pasir, Daya Tarik Wisatawan Asing di Bintan

    Telaga Biru di Gurun Pasir, Daya Tarik Wisatawan Asing di Bintan

    Konservasi Mangrove, Upaya Jakarta untuk Cegah Banjir Rob di Pesisir Utara

    Libur Panjang, Ini Destinasi Wisata Alam di Jakarta yang Layak Dikunjungi

    Wisata Alam Gunung Semeru Kembali Dibuka

    Wisata Alam Gunung Semeru Kembali Dibuka

    Tahun Baru 2025, Wisata Alam Gunung Rinjani Ditutup

    Tahun Baru 2025, Wisata Alam Gunung Rinjani Ditutup

    Wisata Gastronomi Makin Berkembang di Ubud, Bali

    Wisata Gastronomi Makin Berkembang di Ubud, Bali

    Trending Tags

    • Sillicon Valley
    • Climate Change
    • Election Results
    • Flat Earth
    • Golden Globes
    • MotoGP 2017
    • Mr. Robot
  • Konservasi
    Indonesia Luncurkan Inisiatif Konservasi Hutan dan Lahan Gambut di Riau

    Indonesia Luncurkan Inisiatif Konservasi Hutan dan Lahan Gambut di Riau

    Populasi Harimau Sumatra Bertambah, Konservasi Satwa Liar Membuahkan Hasil

    Populasi Harimau Sumatra Bertambah, Konservasi Satwa Liar Membuahkan Hasil

    Menggali Potensi Hayati Indonesia untuk Masa Depan Berkelanjutan

    Konservasi Bukan Hanya Pelestarian, Tapi Pengelolaan Berbasis Iptek dan Kearifan Lokal

    Konservasi Laut: Dua Hiu Paus di Gorontalo Dipasangi Tag Satelit

    Konservasi Laut: Dua Hiu Paus di Gorontalo Dipasangi Tag Satelit

    Konservasi Mangrove, Upaya Jakarta untuk Cegah Banjir Rob di Pesisir Utara

    Mangrove Indonesia: Benteng Hijau Hadapi Krisis Iklim

    Kebun Raya Cibodas Rayakan 173 Tahun: Komitmen Nyata dalam Pelestarian Tumbuhan Indonesia

    Kebun Raya Cibodas Rayakan 173 Tahun: Komitmen Nyata dalam Pelestarian Tumbuhan Indonesia

    Dua Geopark Indonesia Ditetapkan sebagai UNESCO Global Geoparks

    Dua Geopark Indonesia Ditetapkan sebagai UNESCO Global Geoparks

    Tyto alba, Sang Penjaga Sawah: Harmoni Alam untuk Pertanian Berkelanjutan

    Tyto alba, Sang Penjaga Sawah: Harmoni Alam untuk Pertanian Berkelanjutan

    Tragedi Sunyi di Pantai Amtasi: Paus Sperma Raksasa Mati Terdampar di Laut Timor

    Tragedi Sunyi di Pantai Amtasi: Paus Sperma Raksasa Mati Terdampar di Laut Timor

  • Sains
    Karangsambung Jadi Laboratorium Alam untuk Pembelajaran Geografi

    Karangsambung Jadi Laboratorium Alam untuk Pembelajaran Geografi

    Jejak Spiritualitas dan Kepercayaan Masyarakat Papua di Lembah Baliem

    Jejak Spiritualitas dan Kepercayaan Masyarakat Papua di Lembah Baliem

    Potensi Tsunami di Pantai Gosong: Ancaman Nyata untuk Tapak PLTN Kalimantan

    Potensi Tsunami di Pantai Gosong: Ancaman Nyata untuk Tapak PLTN Kalimantan

    Ilmuwan Ungkap Dampak Jangka Panjang Penambangan Dasar Laut

    Ilmuwan Ungkap Dampak Jangka Panjang Penambangan Dasar Laut

    Penemuan Mengejutkan! Gurun Sahara Ternyata Pernah Jadi Sabana Hijau yang Subur

    Penemuan Mengejutkan! Gurun Sahara Ternyata Pernah Jadi Sabana Hijau yang Subur

    Sekjend PBB: Bahan Bakar Fosil akan Ditinggalkan

    Tekan Emisi Karbon Melalui Teknologi Fotobioreaktor CCUS Berbasis Mikroalga

    Riset Material dan Kimia Berbasis Biomassa Aren Mulai Dikembangkan

    Riset Material dan Kimia Berbasis Biomassa Aren Mulai Dikembangkan

    Indonesia Kembali Dipercaya Jadi Tuan Rumah PGEC se-Asia Pasifik

    Indonesia Kembali Dipercaya Jadi Tuan Rumah PGEC se-Asia Pasifik

    Mitigasi Perubahan Iklim, UNIPA Gagas Penelitian Mangrove dan Lamun

    Mitigasi Perubahan Iklim, UNIPA Gagas Penelitian Mangrove dan Lamun

    Suhu Bumi Diperkirakan Telah Melampaui Ambang Batas

    Suhu Bumi Diperkirakan Telah Melampaui Ambang Batas

    Trending Tags

    • Golden Globes
    • Mr. Robot
    • MotoGP 2017
    • Climate Change
    • Flat Earth
  • Forum
  • Ekonomi
No Result
View All Result
Tropis.id
No Result
View All Result
Home Iklim

Bumi dalam Ancaman Bencana Iklim Ekstrem akibat Emisi Karbon

by Midwan Le Fante
11 Agustus 2021
in Iklim
Reading Time: 7 mins read
A A
0
Bumi dalam Ancaman Bencana Iklim Ekstrem akibat Emisi Karbon

Bencana kebakaran hutan yang dipicu oleh pemanasan global dan perubahan iklim. Dok

NEW YORK – Planet bumi berada dalam ancaman bencana iklim ekstrem. Demikian ditegaskan oleh 200 ilmuwan yang diundang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Senin (9/8/2021) waktu setempat.

Mereka menuntut agar negara-negara di dunia segera bersatu untuk mengurangi emisi karbon.

Para ilmuwan dalam laporannya ke PBB menggambarkan, aksi ini sebagai jendela singkat untuk mencegah dampak bencana lebih parah akibat perubahan iklim.

Dalam laporan PBB yang baru menyatakan, negara-negara di dunia sangat lambat dalam mengurangi emisi, dan kehilangan salah satu tujuan dasarnya untuk membatasi pemanasan.

Dikatakan, tingkat karbon dioksida atmosfer tidak pernah setinggi ini dalam setidaknya 2 juta tahun, dan dekade terakhir kemungkinan planet bumi menjadi lebih panas dalam 125.000 tahun.

Kondisi tersebut terjadi akibat aktivitas manusia, membakar minyak, gas, dan batu bara.

Laporan tersebut memicu kemarahan di antara beberapa negara paling rentan di dunia, di mana para pemimpinnya menuntut agar kekuatan industri yang kaya segera mengurangi polusi pemanasan planet mereka.

Mereka juga dituntut memberi kompensasi kepada negara-negara miskin atas kerusakan yang disebabkan dan membantu mendanai persiapan mereka untuk masa depan.

“Apa yang dikatakan sains sekarang sebenarnya terjadi di depan mata kita,” kata Malik Amin Aslam, asisten khusus perubahan iklim untuk perdana menteri Pakistan.

Ia menjelaskan, di mana suhu melebihi 122 derajat Fahrenheit (50 derajat celsius) tahun lalu.

“Ini seperti palu yang memukul kepala kita setiap hari”.

Ketegangan atas temuan laporan tersebut diprediksi akan terjadi melalui konferensi iklim utama PBB yang ditetapkan untuk bulan November di Glasgow.

Laporan tersebut menyimpulkan, pada dasarnya semua kenaikan suhu rata-rata global terjadi sejak abad ke-19, yang didorong oleh manusia yang membakar bahan bakar fosil, membuka hutan dan memuat atmosfer dengan gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana yang memerangkap panas.

Kelompok lingkungan mengatakan, temuan itu akan mendukung strategi hukum internasional untuk mencoba meminta pertanggungjawaban perusahaan bahan bakar fosil dan pemerintah.

Laporan ini mungkin terbukti sangat berharga karena, tidak seperti laporan sebelumnya, laporan ini berfokus secara luas pada efek regional dari perubahan iklim. Itu memungkinkan kelompok lingkungan untuk membuat argumen hukum yang lebih kuat dan lebih spesifik.

“Ini seperti turbocharge untuk beberapa strategi hukum yang telah dilakukan Greenpeace dan organisasi lain di pengadilan selama bertahun-tahun, kata Jennifer Morgan, direktur eksekutif Greenpeace Internasional.

Awal tahun ini, Greenpeace berhasil menggugat Royal Dutch Shell di pengadilan Belanda menggunakan bukti dari laporan PBB sebelumnya.

“Saya hanya berharap kecepatan dan skala seruan untuk bertindak, apakah itu di ruang sidang atau di jalan-jalan atau di ruang sidang komite, menjadi lebih jelas, lebih besar dari sebelumnya,” kata Morgan.

Beberapa jam setelah laporan itu diterbitkan, demonstrasi sedang direncanakan untuk akhir bulan ini di London dan kota-kota lain.

Laporan tersebut menunjukkan, jika emisi gas rumah kaca berlanjut pada tingkat yang sama atau hanya sedikit berkurang, hasilnya akan berlanjut menjadi pemanasan dan efek yang memburuk setidaknya selama sisa abad ini.

Tetapi jika pemerintah segera melakukan pengurangan emisi yang drastis, mereka dapat menstabilkan iklim pada pemanasan sekitar 1,5 derajat Celcius dibandingkan dengan tingkat pra-industri.

Bumi telah menghangat sekitar 1,1 derajat Celcius, atau sekitar 2 derajat Fahrenheit.

Terlepas dari kejutan yang dikirim melalui laporan tersebut ke ibu kota negara di dunia, beberapa negara pencemar terbesar, termasuk China dan Amerika Serikat (AS), tidak mungkin membuat aksi langsung untuk menjauh dari bahan bakar fosil.

Menurut para ilmuwan, upaya mengurangi pembakaran bahan bakar fosil diperlukan untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global menjadi 1,5 atau bahkan 2 derajat Celcius, batas yang lebih tinggi yang ditetapkan oleh kesepakatan iklim Paris 2015. Hampir setiap negara yang menandatangani perjanjian itu jauh dari jalur untuk memenuhi komitmennya.

Pada titik ini, setiap bagian dari tingkat pemanasan akan membawa banjir yang semakin merusak, gelombang panas yang lebih mematikan dan kekeringan yang semakin parah serta mempercepat kenaikan permukaan laut yang dapat mengancam keberadaan beberapa negara kepulauan, kata laporan itu.

Amerika Serikat, yang secara historis telah memompa lebih banyak karbon dioksida ke atmosfer daripada negara lain mana pun, pada bulan April berjanji untuk mengurangi separuh emisi gas rumah kacanya pada tahun 2030. Meskipun itu adalah tujuan ambisius, itu sedikit di bawah target yang diabadikan dalam undang-undang oleh Uni Eropa dan jauh di bawah Inggris.

John Kerry, utusan iklim Presiden AS Joe Biden mengatakan, “laporan PBB menunjukkan bahwa kita membutuhkan semua negara untuk mengambil langkah berani yang diperlukan untuk membatasi pemanasan global ke tingkat yang relatif aman. Tidak disebutkan adalah fakta bahwa undang-undang dan peraturan Amerika Serikat saat ini tidak cukup untuk memenuhi tujuan iklimnya sendiri,”

China, produsen gas rumah kaca terbesar di dunia saat ini, masih meningkatkan emisinya dari pembangkit listrik, transportasi, dan industri. Negara itu berencana untuk mencapai puncak emisi pada tahun 2030 sebelum mulai mengurangi sampai tidak lagi menghasilkan peningkatan bersih karbon dioksida pada tahun 2060.

Pemerintah China tidak menanggapi laporan PBB tersebut. Namun dalam pembicaraan baru-baru ini, negosiator iklim top negara itu, Xie Zhenhua, keberatan dengan proposal untuk menetapkan tujuan baru untuk mengurangi emisi global di luar tingkat yang disepakati oleh negara-negara pada tahun 2015 sebagai bagian dari kesepakatan iklim Paris.

“Karena kami telah mencapai konsensus ini, tidak perlu memicu kontroversi baru sekarang mengenai tujuan ini,” kata Xie dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh sebuah yayasan Hong Kong, menambahkan, “Masalah kami sekarang adalah mengambil tindakan dan meningkatkan.”

Sedangkan India, di mana emisi per kapita adalah sebagian kecil dari negara-negara kaya namun tumbuh dengan cepat, pemerintahnya mengatakan temuan PBB menunjukkan perlunya negara-negara industri untuk berbuat lebih banyak.

India juga telah menolak pernyataan yang menuntut semua negara mengambil tindakan lebih keras untuk menahan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius, dengan alasan negara-negara kaya belum mencapai target mereka sendiri.

“Negara-negara maju telah merampas jauh lebih banyak daripada bagian yang adil dari anggaran karbon global mereka,” ujar Bhupender Yadav, menteri lingkungan hidup India.

“Laporan (PBB) tersebut membenarkan posisi India bahwa emisi kumulatif historis adalah sumber krisis iklim yang dihadapi dunia saat ini,” katanya.

Mengacu pada laporan tersebut sebagai “kode merah untuk kemanusiaan,” Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres memperbarui seruannya untuk diakhirinya pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru serta diakhirinya subsidi bahan bakar fosil oleh pemerintah.

“Laporan ini harus membunyikan lonceng kematian untuk batu bara dan bahan bakar fosil, sebelum mereka menghancurkan planet kita,” katanya dalam sebuah pernyataan.

American Petroleum Institute, yang mewakili produsen minyak dan gas alam utama di Amerika Serikat mengatakan, mengurangi emisi metana dan mengatasi risiko perubahan iklim adalah prioritas utama bagi industri kami. Namun mereka juga menjelaskan, masih banyak pekerjaan yang mesti dilakukan.

Sementara itu, perwakilan dari Shell menolak berkomentar, demikian juga dengan Exxon Mobil tidak menanggapi permintaan komentar.

Bagi negara-negara yang paling rentan, laporan tersebut mungkin telah memberikan kehidupan baru pada perjuangan yang telah mereka lakukan dengan berbagai keberhasilan dalam beberapa tahun terakhir untuk membujuk negara-negara kaya, mau membayar kerusakan terkait perubahan iklim yang mereka alami.

Apa yang dilakukan sains segera memengaruhi kita,” kata Tina Stege, utusan iklim untuk Republik Kepulauan Marshall, negara atol karang di Samudra Pasifik, yang sebagian besar hanya sekitar enam kaki di atas permukaan laut.

“Negara-negara penghasil polusi yang lebih kaya perlu meningkatkan bantuan mereka tidak hanya untuk melindungi generasi masa depan kita, tetapi juga generasi saat ini,” katanya.

Negara-negara kepulauan yang rentan mengatakan, mereka membutuhkan bantuan keuangan untuk upaya relokasi, sistem peringatan dini dan langkah-langkah penting lainnya untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.

Negara-negara kaya telah sepakat pada tahun 2009 untuk memberikan US$100 miliar per tahun pada tahun 2020 dalam bentuk keuangan publik dan swasta untuk membantu negara-negara berkembang beradaptasi dengan perubahan iklim dan transisi ke energi yang bersih dan terbarukan seperti angin dan matahari.

Janji itu belum terpenuhi. Pada saat yang sama, negara-negara miskin telah mencari uang untuk mengatasi bencana yang dipicu oleh iklim yang terjadi sekarang.

“Banyak orang menderita dan seseorang harus membayar untuk ini,” kata Saleemul Huq, direktur Pusat Internasional untuk Perubahan Iklim dan Pembangunan di Universitas Independen, Bangladesh.

Sveinung Rotevatn, menteri iklim dan lingkungan Norwegia, mengesampingkan masalah apakah negara-negara kaya akan setuju untuk membayar kompensasi kepada negara-negara yang rentan. Eropa dan Amerika Serikat telah menolak seruan untuk kompensasi iklim kepada negara-negara miskin.

“Tetap sangat penting bahwa pendanaan yang terbatas harus diarahkan untuk menyelamatkan nyawa, beradaptasi dengan perubahan iklim dan juga untuk upaya mitigasi,” kata Rotevatn.

Mohamed Adow, direktur Power Shift Africa, sebuah lembaga iklim yang berbasis di Nairobi mengatakan, laporan PBB memprediksi masa depan yang mengerikan yang sudah dialami beberapa orang. “Kami yang tinggal di Afrika telah menyadari urgensi krisis iklim selama bertahun-tahun,” katanya.

“Nyawa dan mata pencaharian telah hancur. Sudah waktunya bagi kita untuk bertindak berdasarkan kata-kata ilmiah.” (ATN)

Tags: Climate ActionClimate ChangeEmisi KarbonGlobal Warming
Midwan Le Fante

Midwan Le Fante

Related Posts

Dies Natalis Sekolah Pascasarjana IPB 2025 Dibuka dengan Semangat Mentorship dan Aksi Iklim

Dies Natalis Sekolah Pascasarjana IPB 2025 Dibuka dengan Semangat Mentorship dan Aksi Iklim

20 Mei 2025
0

BOGOR – Rangkaian perayaan Dies Natalis Sekolah Pascasarjana IPB University tahun ini dibuka dengan penuh semangat melalui kegiatan Temu Perdana...

Alarm Bahaya Muncul di Kutub Utara akibat Perubahan Iklim

Alarm Bahaya Muncul di Kutub Utara akibat Perubahan Iklim

4 Mei 2025
0

LONDON - Kutub Utara yang selama ini dikenal tandus dan berselimut es, kini mulai berubah warna. Semak dan rumput merangsek...

Realisasi Belanja Aksi Iklim di Indonesia Tembus Rp610 Triliun

Realisasi Belanja Aksi Iklim di Indonesia Tembus Rp610 Triliun

2 Mei 2025
0

JAKARTA - Realisasi belanja aksi iklim di Indonesia mencapai Rp610 triliun dalam periode 2016–2023. Kementerian Keuangan mencatat anggaran tersebut digunakan...

Planet Bumi Makin Menderita akibat Terpanggang Suhu Panas

Pemanasan Global Meningkat Tajam, Indonesia Terancam Bencana Hidrometeorologi Sepanjang Tahun

19 April 2025
0

JAKARTA — Tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, dengan suhu global meningkat 1,55 derajat Celsius di atas rata-rata...

Next Post
Mitigasi Bencana Iklim, Pakistan Tanam 10 Miliar Pohon

Mitigasi Bencana Iklim, Pakistan Tanam 10 Miliar Pohon

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recommended

Stop Plastik, Foopak-Bluedoors Luncurkan Kemasan Kopi Biodegradable

Stop Plastik, Foopak-Bluedoors Luncurkan Kemasan Kopi Biodegradable

7 bulan ago
Bencana Hidrometeorologi di Sumut, 20 Orang Tewas

Bencana Hidrometeorologi di Sumut, 20 Orang Tewas

7 bulan ago

Popular News

    Connect with us

    • Tentang Kami
    • Redaksi
    • Careers
    • Contact

    © 2021 Tropis.id Member Of Asiatoday Network

    No Result
    View All Result
    • Home
    • News
    • Energi
    • Iklim
    • Industri
    • Wisata
    • Konservasi
    • Sains
    • Forum
    • Ekonomi

    © 2021 Tropis.id Member Of Asiatoday Network

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In