JAKARTA – Indonesia memiliki 8 provinsi dan sekitar 85 kabupaten/ kota yang bercirikan kepulauan dengan berbagai tantangan yang sangat luar biasa baik dari sisi sarana prasarana yang belum memadai, pertumbuhan ekonomi yang belum optimal, dan masalah keamanan hubungan luar negeri.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mardyanto Wahyu T. dalam Seminar Nasional “Pembangunan Daerah Kepulauan Berbasis Ekonomi Biru: Penguatan Sektor Pariwisata dan Perikanan” di Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo BRIN, Jakarta pada Selasa, 5 November 2024.
Dalam kaitannya dengan tata kelola pemerintahan, Mardyanto menyampaikan beberapa hal yang menurutnya perlu untuk didiskusikan. Misalnya, bagaimana hubungan antara pusat dan daerah.
Dikatakannya, untuk mencari solusi bersama terkait hal tersebut, BRIN telah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau.
“Hubungan ini masih belum selesai karena problemnya ada di kewenangan. Dalam kaitannya dengan perikanan dan pariwisata, hambatannya sangat luar biasa,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam hal pengembangan pariwisata, masih ada benturan-benturan yang terjadi seperti peraturan-peranturan yang masih mengganjal terkait dengan perizinan dan sejenisnya.
“Momennya saat ini bersamaan juga dengan agenda pembahasan perubahan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, khususnya terkait kewenangan,” imbuhnya.
Khususnya, mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan atau mengembangkan pariwisata maupun perikanan.
Tidak berhenti di situ, ia merasa perlu juga untuk lebih mendorong undang-undang daerah kepulauan yang tahun kemarin masih belum berlanjut.
“Saya pikir itu juga perlu kita perhatikan dan dorong serius. Sehingga daerah-daerah kepulauan ini akan diperhatikan dengan baik,” ujarnya beralasan.
Lebih lanjut, ia mengemukakan pemikirannya bahwa ke depannya Kabupaten Kepulauan Anambas memungkinkan untuk diusulkan masuk ke dalam Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Orientasinya sebagai daerah yang langsung berbatasan dengan negara lain.
Ia berharap, seminar ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, terutama daerah-daerah kepulauan.
“Kami juga membuka kolaborasi yang serupa dengan beberapa daerah lain. Sehingga kita bisa menyinergikan gerak langkah kita untuk kemajuan bangsa ini,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN, Agus Eko Nugroho menanggapi bagaimana membangun kombinasi antara sektor pariwisata dan perikanan.
Menurutnya, sebagai negara kepulauan, tentu kontribusi yang dimiliki BRIN menjadi modal besar. Hal ini terkait dengan bagaimana sektor kelautan dan pariwisata mampu berkontribusi pada pembangunan juga pertumbuhan ekonomi yang signifikan ke depannya.
“Harapannya tentu bukan hanya pada bagaimana mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya kelautan kita. Tetapi bagaimana kita menjaganya,” jelasnya.
Ditegaskannya, konsep pembangunan ekonomi biru adalah bagaimana menjaga kelestarian, inklusif, dan juga memberikan kemakmuran yang besar bagi sumber daya manusia (SDM) kususnya yang ada di wilayah pesisir. Hal ini tentu menjadi aspek penting dalam mengembangkan pariwisata. Sebab, pariwisata di wilayah pesisir sangat erat kaitannya dengan bagaimana sektor lain mampu bersama-sama memberikan kontribusi pada kegiatan ekonomi masyarakat. Sekaligus juga tetap menjaga kelestarian sumber daya alam (SDA).
Namun demikian, tantangannya yaitu bagaimana sinergitas antara pemerintahan pusat dan daerah dengan sektor kelautan dan perikanan. Termasuk dalam mempersiapkan infrastruktur juga efisiensi perekonomian dan SDM mampu memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Agus pun menyoroti nilai The Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang masih tergolong tinggi sekitar 6%.
“Artinya bahwa kalau kita mau memberikan target 8%, maka dibutuhkan separuh dari Gross Domestic Product (GDP) itu investasi,” jelasnya.
Hal tersebut menurutnya perlu kolaborasi yang signifikan antara berbagai stakeholder pemerintah dan dunia usaha. Dalam konteks ini adalah pusat dan daerah yang menjadi kata kunci untuk mendongkrak arus investasi baik asing maupun domestik.
Agus menekankan agar upaya tersebut menjadi kekuatan dalam mendorong pembangunan nasional dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. (TR Network)