AMSTERDAM – Para ilmuwan dilaporkan telah menemukan bukti dari misteri benua yang hilang di Australia 155 juta tahun lalu.
Hasil penelusuran para ilmuwan, jejak daratan dari pecahan benua tersebut bergabung ke Indonesia dan wilayah lain Asia Tenggara.
Dikutip dari Live Science, Kamis (2/11/2203), studi terbaru yang dipublikasikan pada 19 Oktober 2023 di jurnal Gondwana Research, menyebutkan bahwa benua hilang yang dikenal sebagai Argoland itu, terpisah dari Australia bagian barat.
Saat itu, kekuatan tektonik menghancurkan bumi dan memisahkan sebagian daratan dari benua. Diduga, pecahan menyebar ke seluruh Asia Tenggara, termasuk ke Indonesia dan Myanmar.
Para peneliti telah mengetahui sebuah daratan terpisah dari Australia 155 juta tahun lalu. Hal ini berdasarkan petunjuk sisa geologi cekungan laut dalam yang dikenal Dataran Argo Abyssal di lepas pantai barat laut negara tersebut.
Namun tidak seperti India, yang memisahkan dari superbenua kuno Gondwana 120 juta tahun lalu dan masih membentuk daratan utuh hingga saat ini, Argoland terpecah menjadi beberapa bagian. Hingga saat ini, para ilmuwan masih belum mengetahui lokasi berakhirnya pecahan benua tersebut.
“Kami tahu itu pasti berada di suatu tempat di utara Australia, kami perkirakan akan menemukan di Asia Tenggara,” kata pemimpin penulis studi, Eldert Advokaat, seorang peneliti di departemen ilmu bumi di Universitas Utrecht di Belanda, kepada Live Science.
Tim peneliti merekonstruksi perjalanan benua yang memisahkan dari Australia tersebut. Mereka menemukan pecahan tanah kuno tersebar di seluruh Indonesia dan Myanmar. Namun, ketika peneliti merekonstruksi Argoland dari pecahan tersebut, tidak ada yang cocok.
Tim peneliti kemudian mengumpulkan bukti di Asia Tenggara untuk menelusuri kembali perjalanan Argoland ke utara. Mereka menemukan sisa-sisa lautan kecil berumur 200 juta tahun lalu. Jejak ini kemungkinan besar terbentuk ketika kekuatan tektonik membelah Argoland sebelum daratan sepanjang 3.100 mil (5.000 kilometer) itu lepas.
“Proses ini berlangsung selama 50 hingga 60 juta tahun, seluruh benua dan lautan di dalamnya mulai menyebar ke Asia Tenggara,” katanya.
Dengan demikian, peneliti berkesimpulan tidak kehilangan satu benua pun. “Benua itu sudah sangat luas dan terfragmentasi,” kata Eldert.
Rekonstruksi benua yang dilakukan menjelaskan iklim masa lalu di wilayah tersebut. “Kemungkinan mendingin ketika lautan terbentuk di antara pecahan Argoland,” kata peneliti.
Ketika pecahan Argoland bertabrakan dengan daratan di Asia Tenggara, maka membentuk keanekaragaman hayati yang bisa dilihat saat ini.
“Hal ini membantu menjelaskan spesies di Indonesia tidak merata,” kata dia. (ATN)