SUKABUMI – Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) saat ini sedang mendorong pemanfaatan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.
“Penggunaan teknologi RDF ini menjadi solusi yang logis untuk menyelesaikan sampah di negara kita,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq kepada awak media di Sukabumi, Kamis 31 Juli 2025.
Menteri LH hadir di Sukabumi meresmikan fasilitas RDF di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Cimenteng, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi.
Pembangunan RDF tersebut merupakan hasil kerjasama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi dengan PT Semen Jawa (anak perusahaan SCG) dalam pengelolaan dan pemanfaatan sampah untuk bahan bakar.
Menurut Hanif, Kementerian LH akan mendorong banyak RDF di wilayah kota dan kabupaten. Saat ini, setiap bulannya tim Kementerian LH sedang turun ke 514 kabupaten dan kota melakukan analisis untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
Dalam pemanfaatan RDF di setiap kota dan kabupaten akan menggunakan setiap potensi yang ada di masing-masing daerah. Baik itu pabrik semen, clean dry yang lain dan seterusnya.
“Juga kemungkinan penggunaan RDF untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU),” ujar dia.
Jadi, lanjut Hanif, segala cara untuk meminimalisir biaya pengelolaan sampah harus dipikirkan karena timbunan sampah cukup besar. Kementerian LH akan serius mendorong pemanfaatan teknologi RDF menjadi solusi di kota-kota menengah karena pembiayaannya sangat logis.
“Kalau kota besar yang krodit semisal Jakarta, tidak ada kata lain harus sudah menjajaki penggunaan waste energy,” kata dia.
“Kalau semisal Kota Sukabumi menggunakan waste energy tidak akan bisa membayarkan pegawainya lagi. Karena biayanya operasionalnya sangat tinggi, hampir satujuta rupiah pertonnya,” imbuh Hanif.
Hanif menjelaskan teknologi RDF ini untuk prosesnya hanya membutuhkan biaya kurang lebih Rp200.000 per ton sampah. Sementara itu, harga RDF bergantung pada kalori sampah, semakin tinggi kalorinya semakin baik produk RDF yang dihasilkan.
“Harga jual yang dikenakan bisa lebih tinggi dari biaya operasional pertonnya. Rata-rata lebih dari Rp300.000 perton,” jelas dia.
Mengurangi pemakaian batu bara
Presiden Direktur PT Semen Jawa dan PT Tambang Semen Sukabumi, Peramas Wajananawat, menuturkan pemanfaatan RDF sebagai bahan bakar alternatif dapat mengurangi penggunaan batu bara dalam operasional pabrik semen sebesar 10 persen per hari.
“Kami mendapatkan RDF 3, yaitu material untuk bahan bakar alternatif. Kami bisa menggantikan batu bara. Kami bisa mengalokasikan hasil RDF sebesar 100 ton per hari,” tutur Peramas.
Menurut dia, pemakaian 100 ton RDF dalam operasional pabrik semen diperkirakan dapat menggantikan 10 persen batu bara. Untuk menghasilkan jumlah 100 ton RDF membutuhkan 330 ton pasokan sampah setiap harinya.
“Sebanyak 200 ton diperoleh dari sampah baru, 130 ton lainnya diperoleh dari sampah yang sudah lama menggunung di TPSA Cimenteng,” ujar Peramas.
Peramas mengatakan pembangunan RDF ini menjadi salah satu upaya PT Semen Jawa untuk mencapai nol emisi pada 2050 mendatang. Hingga tahun 2030 menargetkan 70 persen penggunaan bahan bakar alternatif.
“Saat ini hampir 25 persen kurang lebih,” kata dia.
Bupati Sukabumi Asep Japar mengharapkan pemanfaatan teknologi RDF atau bahan bakar dari sampah menjadi solusi dalam mengatasi persoalan penanganan sampah di daerahnya.
“Setelah operasi pemanfaatan sampah menjadi RDF dimulai, pemerintah tidak memerlukan pembangunan TPA baru dan timbunan sampah di Sukabumi dapat berkurang,” harap Asep.
Pada kesempatan itu, Asep, mengucapkan terima kasih kepada PT Semen Jawa (SCG) yang telah membangun tempat pemanfaatan sampah tersebut di wilayahnya. Hal itu menjadi solusi mutakhir dalam mengurangi volume limbah di TPSA.
“Kehadiran RDF Cimenteng ini pun sebagai role model dalam membangun kesadaran ekologis, gerakan kolaboratif antara pemerintah, swasta,dan masyarakat dalam membangun masa depan yang bersih, hijau dan benar-benar bermaanfaat,” kata dia.(*)