LONDON – Kawasan Asia Tenggara dinilai belum optimal dalam memanfaatkan potensi energi bersih untuk memenuhi lonjakan kebutuhan listrik.
Berdasarkan laporan tahunan Global Electricity Review 2025 dari lembaga think-tank Ember, pertumbuhan energi terbarukan di negara-negara ASEAN masih tertinggal jauh dibandingkan permintaan energi yang terus meningkat.
Hingga saat ini, energi bersih hanya menyumbang sekitar 23% dari total sumber energi listrik di kawasan ASEAN. Padahal, potensi energi surya dan angin di wilayah ini sangat besar. Ember mencatat, potensi tenaga surya di ASEAN mencapai 30.000 gigawatt, sedangkan energi angin sebesar 1.300 gigawatt. Sayangnya, kapasitas terpasang baru mencapai 26,6 gigawatt untuk surya dan 6,8 gigawatt untuk angin.
Indonesia, sebagai negara penghasil bahan bakar fosil terbesar di ASEAN, masih sangat bergantung pada sumber energi konvensional. Pada tahun 2023, sebanyak 81% pasokan listrik Indonesia berasal dari bahan bakar fosil, terutama batu bara. Dalam dua dekade terakhir, emisi karbon terus meningkat seiring naiknya permintaan dan ketergantungan pada energi kotor.
Meskipun penggunaan energi bersih di Indonesia telah menyumbang sekitar 33% dari total permintaan listrik dalam lima tahun terakhir, pemanfaatan energi surya dan angin masih sangat rendah—hanya sekitar 1% dari potensi yang tersedia, jauh di bawah rata-rata global sebesar 15%.
Transisi Energi Bersih: Momentum Baru bagi ASEAN
Phil Macdonald, Managing Director Ember, menekankan bahwa era bahan bakar fosil sedang menuju akhirnya. “Kini, teknologi energi bersih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi global. Bahkan dengan permintaan energi yang tinggi, energi fosil tak lagi relevan sebagai solusi masa depan,” ujarnya, Selasa (8/4/2025).
Sementara itu, Dinita Setyawati, analis senior Ember untuk kawasan ASEAN, menyebut bahwa transisi menuju energi terbarukan seperti energi surya dan angin adalah peluang emas bagi negara-negara ASEAN.
“Dengan kebijakan yang kuat dan dukungan investasi, ASEAN bisa menjadi pemimpin global dalam transformasi energi,” kata Dinita.
Aditya Lolla, Direktur Program Asia Ember, menambahkan bahwa transisi energi bersih di Asia kini berlangsung semakin cepat. Pertumbuhan pembangkit energi terbarukan, terutama surya, mempercepat langkah kawasan ini menuju ketahanan energi dan ekonomi yang berkelanjutan.
“Memperluas pasar energi bersih sangat penting di tengah meningkatnya kebutuhan listrik. Ini bukan hanya soal mengurangi emisi, tapi juga membuka akses terhadap pasar energi global yang lebih modern dan inklusif,” pungkasnya. (TR Network)