JAKARTA – Sebagai negara tropis, Indonesia dikenal dengan kekayaan alamnya yang luar biasa.
Pulau Sumatra, sebagai pulau terbesar ketiga di Indonesia, memiliki ekosistem yang beragam, dari hutan hujan tropis hingga rawa gambut—yang menjadi rumah bagi berbagai flora dan fauna endemik. Namun, aktifitas antropogenik yang tidak terkendali terus mengancam keberadaan ekosistem ini.
Menurut Hendra Gunawan, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), keberadaan ekosistem ini semakin terancam akibat deforestasi, alih fungsi lahan, dan pembangunan yang tidak terkendali.
“Hutan hujan tropis Sumatra yang dulunya membentang luas kini terus menyusut karena ekspansi perkebunan, pembangunan infrastruktur, dan aktivitas manusia lainnya,” katanya dikutip Sabtu, 15 Februari 2025.
Padahal hutan ini memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan, menyimpan cadangan air, serta menjadi habitat bagi ribuan spesies tumbuhan dan satwa liar.
Di tengah tantangan tersebut, Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai (UPTT) mengambil langkah konkret untuk melestarikan ekosistem yang tersisa di kawasan kampusnya. Bentang alam kampus UPTT mencakup hutan hujan tropis, rawa air tawar, serta sumber mata air yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar.
Menyadari pentingnya ekosistem ini, UPTT berkomitmen menjadikan kawasan tersebut sebagai area preservasi yang berfungsi sebagai konservasi secara in situ (di habitat aslinya) maupun ex situ (di luar habitat aslinya), dengan melakukan reforestasi dan perlindungan sumber air.
Lebih lanjut, Hendra mengungkapkan bahwa untuk memperkuat upaya konservasi, UPTT bekerja sama dengan BRIN dalam penelitian dan pengembangan berbasis ilmiah.
“Berbagai kajian dilakukan untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati, menilai manfaat ekosistem, serta mencari solusi berkelanjutan dalam pengelolaan hutan konservasi,” terangnya.
Menurutnya, kolaborasi ini bertujuan menjadikan kampus UPTT sebagai model kampus hijau yang tidak hanya melestarikan lingkungan tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan ekosistem secara luas.
Hendra juga menambahkan bahwa kerja sama penelitian ini berfokus pada pengelolaan dan pengembangan kawasan bentang alam kampus UPTT sebagai area konservasi keanekaragaman hayati.
“Upaya ini diharapkan dapat membantu pelestarian spesies lokal, pemanfaatan berkelanjutan, serta mitigasi dampak perubahan iklim,” terangnya.
Dirinya menjelaskan bahwa penelitian mencakup identifikasi spesies asli, endemik, dan terancam punah, eksplorasi jasa ekosistem, serta valuasi ekonomi dari manfaat ekosistem tersebut.
Selain itu, Hendra menegaskan bahwa pendekatan konservasi berbasis masyarakat juga dikembangkan guna memastikan keberlanjutan ekosistem yang telah terpengaruh oleh aktivitas manusia.
“Sebagai langkah konkret, konservasi ex situ diterapkan melalui pengelolaan spesies pohon lokal untuk mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa model pengelolaan hutan konservasi yang melibatkan partisipasi masyarakat dan berbasis kearifan lokal juga akan dikembangkan.
“Perlindungan dan restorasi sistem hidrologi menjadi bagian dari strategi mitigasi perubahan iklim serta mendukung program kampus hijau UPTT,” pungkas Hendra.
Langkah penting dalam upaya konservasi ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, BRIN dengan Fakultas Ilmu Hayati UPTT yang berlangsung pada Selasa, 11 Februari 2025 di BRIN KST Soekarno, Cibinong.
Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Asep Hidayat menekankan pentingnya riset konservasi dalam lanskap antropogenik. Ia menegaskan bahwa riset ini tidak hanya bertujuan memahami ekosistem, tetapi juga menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat.
Sementara Dekan Fakultas Ilmu Hayati UPTT, Syamsul Bachry, menyampaikan bahwa kolaborasi ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk mengembangkan penelitian yang berdampak luas. Universitas Pahlawan terus berkomitmen dalam riset dan pengembangan ilmu hayati, terutama dalam konservasi yang berkelanjutan.
Perjanjian kerja sama ini mencakup berbagai aspek penelitian, seperti pemetaan keanekaragaman hayati, pengelolaan lanskap antropogenik, serta pemanfaatan hasil riset untuk konservasi dan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan, kolaborasi ini dapat menghasilkan kebijakan konservasi berbasis ilmiah serta memberikan kontribusi nyata bagi perlindungan lingkungan.
Dengan adanya kesepakatan ini, peneliti dari kedua lembaga akan bekerja sama dalam proyek riset yang dapat menjadi referensi bagi kebijakan konservasi masa depan. Selain itu, kerja sama ini membuka peluang bagi mahasiswa dan akademisi untuk berpartisipasi dalam penelitian yang relevan dengan kebutuhan lingkungan saat ini.
Syamsul Bachry, menekankan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat penelitian dan implementasi konservasi, serta mendukung kebijakan berbasis ilmiah.
“Kolaborasi ini juga menjadi peluang besar bagi akademisi, mahasiswa, dan masyarakat untuk mengembangkan riset yang tidak hanya berorientasi pada teori, tetapi juga memiliki dampak nyata. Kami berharap penelitian ini dapat menghasilkan solusi konkret untuk pelestarian keanekaragaman hayati, pengelolaan lingkungan berkelanjutan, serta mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengajak seluruh pihak untuk terus berkolaborasi dalam berbagai program riset yang mendukung keberlanjutan lingkungan.
“Melalui kegiatan ini, kita menegaskan komitmen bersama dalam menjaga ekosistem dan memanfaatkan hasil riset secara optimal. Semoga kerja sama ini berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, lingkungan, dan masyarakat,” tutupnya. (TR Network)