LONDON – Gelombang panas ekstrem yang melanda Asia Tengah pada Maret 2025 telah memicu kekhawatiran serius di kalangan ilmuwan iklim. Menurut hasil studi dari kelompok ilmuwan World Weather Attribution (WWA), fenomena ini merupakan bukti nyata dampak perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Suhu Meningkat Drastis hingga 10 Derajat Celsius
Penelitian menunjukkan bahwa suhu di kawasan Asia Tengah melonjak hingga 10 derajat Celsius lebih panas dibandingkan rata-rata suhu praindustri. Kenaikan suhu ini terjadi di lima negara: Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan, tepat saat musim semi berlangsung.
“Biasanya, kenaikan suhu akibat gelombang panas hanya berkisar antara 2 hingga 4 derajat Celsius. Tapi kali ini, lonjakan suhu mencapai 10 derajat—ini sungguh luar biasa,” ujar Ben Clarke, peneliti dari Imperial College London.
Dampak Serius pada Pertanian dan Sumber Air
Kondisi cuaca ekstrem tersebut telah mengancam panen tanaman pangan seperti almond, aprikot, dan ceri, yang sedang dalam masa panen. Selain itu, akses air bersih pun mulai terganggu akibat percepatan pencairan gletser.
Menurut laporan dari Bank Pembangunan Eurasia, sekitar 14 hingga 30 persen gletser di Pegunungan Tian-Shan dan Pamir telah mencair selama enam dekade terakhir, dan tren ini kian memburuk.
“Pencairan gletser memberikan dampak besar bagi masyarakat Asia Tengah yang sebagian besar tinggal jauh dari laut dan sangat bergantung pada cadangan air dari pegunungan,” ujar Friederike Otto, Kepala WWA.
Gelombang Panas: Ancaman yang Akan Menjadi Tren
Maja Vahlberg, penasihat teknis dari Palang Merah Bulan Sabit Merah, menegaskan bahwa gelombang panas kali ini terjadi di waktu dan tempat yang jarang menjadi perhatian dunia: “Ini bukan wilayah yang biasa diberitakan terkait gelombang panas. Namun kini, kita melihat bagaimana perubahan iklim membuat kawasan ini rentan.”
Lebih lanjut, para ilmuwan memperingatkan bahwa gelombang panas seperti ini tidak lagi menjadi peristiwa langka. “Kita harus siap untuk menghadapi kejadian seperti ini lebih sering di masa depan,” tutup Clarke. (TR Network)