SUKABUMI – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, berjanji akan menangani dugaan perusakan lingkungan kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane di wilayah Gunung Salak, Kabupaten Sukabumi dan Bogor.
“Segera akan kami tangani,” jawab Hanif dengan singkat usai menghadiri peresmian fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di Tempat Pengolahan Sampah Akhir (TPSA) Cimenteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis 31 Juli 2025.
Sebelumnya, organisasi lingkungan Cisadane Resik dari Bogor dalam rangkaian peringatan hari Sungai Nasional yang diperingati setiap 27 Juli menyatakan keprihatinannya atas kondisi lingkungan di kawasan hulu DAS Cisadane.
Keprihatinan mendalam ini dipicu terjadinya ketimpangan penegakkan hukum lingkungan hidup yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di kawasan hulu DAS Cisadane yang tersebar di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor.
Direktur Cisadane Resik, Sutanandika, mengungkapkan, ada perbedaan mencolok antara tindakan tegas KLH di kawasan Puncak dengan pendekatan yang terkesan setengah hati di kawasan Gunung Salak.
“Padahal, Gunung Salak merupakan bagian vital dari ekosistem hulu DAS Cisadane yang kondisinya kini dikatakan sangat rusak,” ungkap Sutanandika dalam siaran pers diterima tropis.id pada Selasa 29 Juli 2025.
“Meskipun kami mengapresiasi langkah KLH di kawasan Puncak Bogor. Tapi, keberanian yang tuntas itu harusnya juga diterapkan di kawasan Gunung Salak,” sambung aktivis lingkungan Bogor ini.
Ia menjelaskan diketahui KLH telah mencabut izin lingkungan besar-besaran di kawasan Puncak. Meliputi 9 izin telah dicabut, 33 objek lainnya direkomendasikan untuk dicabut, dan 21 usaha dikenai sanksi lingkungan.
Bahkan, terdapat tindakan pembongkaran paksa dan perintah pemulihan lingkungan atas bangunan yang melanggar.
Sebaliknya, penindakan di kawasan Gunung Salak dinilai belum menyentuh akar persoalan. KLH hanya fokus pada tambang Ilegal dan beberapa lokasi glamping, tanpa menyentuh vila dan resort komersial yang diduga melanggar tata ruang dan perizinan lingkungan.
Ini berbeda dengan pendekatan menyeluruh terhadap alih fungsi lahan dan pembangunan komersial ilegal yang masif seperti yang diterapkan di kawasan Puncak.
“Tidak ada pencabutan izin skala besar di kawasan Gunung Salak, padahal kerusakan di sana nyata dan telah lama disuarakan oleh WALHI maupun masyarakat sipil,” kata Sutanandika.
Menurut dia, pendekatan penindakan yang insidental dan tidak menyeluruh di Gunung Salak menunjukkan potensi diskriminasi kebijakan. Popularitas kawasan dan sorotan media diduga menjadi faktor yang memengaruhi prioritas KLH.
“Apakah karena Puncak lebih viral? Penegakan hukum lingkungan seharusnya tidak tebang pilih,” ujar Sutanandika.
Sebagai bagian dari upaya advokasi, Cisadane Resik mengajukan rekomendasi konkret kepada KLH untuk memastikan penegakan hukum lingkungan yang adil, konsisten, dan komprehensif :
- Pencabutan Izin dan Pembongkaran Bangunan Ilegal. Audit menyeluruh harus dilakukan terhadap seluruh izin lingkungan di kawasan Gunung Salak, terutama yang berada di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Bangunan ilegal harus dibongkar sebagaimana yang telah dilakukan di Puncak.
- Penegakan Hukum yang Adil dan Transparan. Penegakan UU Nomor 32 Tahun 2009 dan PP Nomor 22 Tahun 2021 harus dilakukan tanpa tebang pilih. Masyarakat harus diberi akses untuk mengawasi jalannya penindakan.
- Sinkronisasi Tata Ruang dan Audit Perizinan. KLH didesak untuk menyelaraskan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kabupaten dengan status konservasi TNGHS dan melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
- Peningkatan Pengawasan dan Pelibatan Masyarakat. Penambangan liar dan perambahan harus ditindak tegas dengan melibatkan aparat penegak hukum serta pemberdayaan masyarakat lokal melalui ekonomi berkelanjutan.
- Pemulihan Ekosistem Hulu DAS Cisadane. Program reboisasi dan rehabilitasi lingkungan di Gunung Salak harus menjadi prioritas nasional, dengan target jelas dan partisipasi masyarakat.
Cisadane Resik menegaskan bahwa penyelamatan DAS Cisadane tidak bisa dilakukan setengah hati. Ketimpangan penegakan hukum di dua kawasan hulu hanya akan memperdalam krisis ekologis yang kini tengah mengancam jutaan jiwa yang menggantungkan hidupnya pada sungai tersebut.(Budiyanto)