JAKARTA – Indonesia melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi salah satu negara yang ditunjuk oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) menjadi tujuan Programme for IAEA Fellowship on Job Training for Characteristics, Categorization, and Clasification of Sealed Radioactive Sources and Conditioning of DSRS for Category 3-5 and Category 1&2 pada 4 – 29 November 2024 bagi 2 delegasi dari Myanmar, di Tangerang Selatan, Jumat, 29 November 2024 lalu.
Salah seorang delegasi dari Department of Atomic Energy, Ministry of Science and Technology Myanmar Tun Wai Lin menyampaikan, Indonesia memiliki banyak fasilitas nuklir. Ia berharap, dengan mengikuti program dari IAEA ini ia akan mendapatkan pengetahuan tentang fasilitas nuklir tersebut.
“Saat ini Myanmar belum memiliki teknologi pengelolaan limbah karena belum memiliki instalasi nuklir, dan hanya menggunakan sumber radioaktif. Kami berharap memperoleh banyak pengetahuan tentang fasilitas nuklir yang dimiliki Indonesia, dan dapat diterapkan di negara kami terutama terkait Disused Sealed Radiactive Source (DSRS),” ungkapnya.
Sebagai informasi, DSRS atau sumber radioaktif terbungkus bekas merupakan salah satu jenis limbah radioaktif yang banyak dihasilkan dari kegiatan pemanfaatan teknologi nuklir di rumah sakit dan industri. Penyimpanan sementara DSRS banyak menjumpai kesulitan terutama terkait kondisi sumber, seperti umur paruh yang panjang, radiasi gamma cukup tinggi, serta sistem storage tidak established, sehingga perlu penanganan yang tepat.
Senada dengan Tun Wai Lin, delegasi lainnya Aung Khaing Min ingin menambah pengetahuan pengelolaan limbah terutama dari rumah sakit dan industri. Menurutnya, banyak fasilitas nuklir di Indonesia yang dapat dipelajari, terutama pengelolaan limbah DSRS.
“Myanmar belum memiliki fasilitas nuklir yang memadai, terutama untuk DSRS. Di masa depan Myanmar memiliki rencana untuk dapat mengolah limbah DSRS dengan dukungan dari para pelaksana fellowship kali ini,” ujarnya.
Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Teknologi Bahan Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTBNLR) BRIN, Hendra Adhi Pratama selaku koordinator kegiatan menjelaskan, dalam kegiatan ini tidak hanya mempelajari fasilitas nuklir melainkan juga tentang regulasi pemanfaatan teknologi nuklir yang ada di Indonesia.
“Indonesia merupakan negara yang memiliki fasilitas limbah lengkap di Asia Tenggara, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara rujukan. Jika dilihat dari fasilitas nuklir lainnya, Indonesia juga termasuk yang paling maju di Asia Tenggara,” ujarnya.
Menurut Hendra, di Myanmar saat ini hanya memiliki limbah DSRS dan belum melakukan pengelolaan limbahnya. Untuk itu mereka belajar dengan Indonesia. Selain itu lembaga yang melakukan pengembangan dan pengawasan teknologi nuklir di Myanmar masih menjadi satu.
“Oleh karena itu para delegasi ini juga diajak berkunjung ke BAPETEN untuk belajar tentang regulasi teknologi nuklir di Indonesia,” imbuhnya.
Kepala PRTBNLR BRIN Maman Kartaman Ajiriyanto menjelaskan, dalam kegiatan itu delegasi Myanmar memperoleh pengetahuan praktis dan berpengalaman dari para ahli dan instruktur BRIN. Kemudian, melihat secara langsung fasilitas nuklir BRIN, seperti reaktor, instalasi pengelolaan limbah nuklir, dan fabrikasi bahan bakar eksperimental.
“Kegiatan fellowship ini dirancang tidak hanya sebagai kesempatan belajar, tetapi juga platform untuk berbagi wawasan dan pengalaman. Para peserta akan memiliki banyak waktu untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan para ahli,” pungkasnya. (TR Network)