JAKARTA – Pangan akuatik tidak hanya menjadi solusi bagi ketahanan pangan nasional, tetapi juga menjadi upaya penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Nusantara.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indi Dharmayanti, mengatakan, pangan akuatik sesuai tujuan pembangunan berkelanjutan untuk mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi masyarakat. Dunia telah berkomitmen memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem pada 2030.
Hal tersebut diungkapkan Indi pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Kesehatan Hewan Akuatik Menjamin Masa Depan Ketersediaan Pangan Akuatik Berkelanjutan, Kaya Nutrisi dan Bernilai Tinggi”, di BRIN Gatot Subroto, Jakarta, Senin, 9 Desember 2024.
Meski Indonesia dikenal sebagai negara maritim, ujar Indi, faktanya, tingkat konsumsi ikan di kalangan masyarakat masih tergolong rendah.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional, hanya 36 persen masyarakat mengonsumsi protein hewani, termasuk ikan. Sementara 64 persen lainnya mengonsumsi protein nabati.
“Padahal, pangan akuatik memilliki berbagai keunggulan, seperti kandungan protein tinggi dan jejak karbon rendah. Sehingga berpotensi mengurangi emisi karbon di masa depan,” ujar Indi.
Dalam kaitannya dengan ketahanan pangan nasional, Indi mengatakan bahwa perubahan iklim telah merusak mata pencaharian dan ketahanan pangan masyarakat.
“Dampak perubahan iklim terhadap ekosistem kita sudah sangat parah dan meluas. Berdampak pada lingkungan, bidang produktif, hingga dimensi ekonomi dan sosial,” ungkapnya.
Oleh karena itu, memastikan ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim merupakan salah satu tantangan paling berat yang dihadapi umat manusia. Diperlukan tindakan segera untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan ketahanan sistem pangan. Hal ini guna memastikan ketahanan pangan dan nutrisi yang baik bagi semua.
Strategi Riset Kesehatan Hewan Akuatik
Mendukung hal tersebut, Pusat Riset Veteriner (PRV) BRIN menggelar diskusi untuk mengembangkan dan mengimplementasikan strategi riset kesehatan hewan akuatik.
Diskusi terarah ini untuk menjalin kolaborasi dalam upaya pencegahan, deteksi dini, serta pengendalian penyakit ikan dan penyakit baru yang muncul karena perubahan iklim. Juga, mendorong kolaborasi di antara para pemangku kepentingan tingkat nasional dan internasional. Hal ini dalam upaya penyediaan pangan akuatik yang sehat, bergizi, dan bernilai tinggi.
Kepala PRV BRIN Harimurti Nuradji percaya bahwa sinergi dan kolaborasi antar pihak menjadi fondasi dalam menghadapi tantangan global saat ini.
“Semangat kolaborasi inilah yang ingin kami dorong agar berdampak positif terhadap pembangunan sektor perikanan yang lebih tangguh,” jelasnya.
Pembahasan strategi riset kesehatan hewan akuatik melibatkan para pakar dari Thailand, India, Vietnam, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Karantina Ikan, FAO Indonesia, dan BRIN.
Harimurti berharap, FGD ini menjadi langkah awal terobosan besar di bidang kesehatan hewan akuatik. Hasil penting dari FGD ini akan dijadikan rekomendasi strategis yang dapat diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan di Indonesia.
“Guna memastikan ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim, maka perlu memperkuat kolaborasi lintas sektor dan meningkatkan kapasitas riset kesehatan hewan akuatik,” tegas dia.
Dikatakannya pula, mengintegrasikan kesehatan hewan akuatik, manusia, dan lingkungan dengan pendekatan One Health dalam kerangka nasional, akan memperkuat ketahanan pangan nasional dan meningkatkan gizi masyarakat. (TR Network)