JAKARTA – World Bank dan Pemerintah Indonesia mulai merumuskan pengembangan dan mekanisme ekonomi karbon.
Hal yang menjadi fokus utama yakni terkait kebijakan carbon pricing Indonesia dan hal-hal yang sedang terjadi di Indonesia termasuk dari rezim Kyoto Protokol.
Point tersebut mengemuka dalam pertemuan antara World Bank Country Director Indonesia dan Expert Senior World Bank dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya bersama Wakil Menteri LHK, Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri BUMN dan Wakil Menteri Keuangan (diwakili), serta Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Koordinator Ekonomi dan National Focal Point atau NFP UNFCCC, pada Kamis malam (5/8/2021).
Oleh NFP yang juga adalah Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK dijelaskan tentang strategi Indonesia untuk mencapai netral karbon tahun 2060, serta rancangan kebijakan dan masing-masing indikatornya.
Selain itu juga dijelaskan tentang rencana Carbon Net Sink pada NDC sektor Kehutanan atau FoLU tahun 2030 yang telah tercantum dalam Updated NDC (Nationally Determined Contribution).
Menteri Siti menjelaskan strategi Indonesia dalam mencapai NDC dengan kombinasi kerja dua sektor besar penurunan emisi pada NDC, yaitu sektor FoLU atau kehutanan dan sektor Energi. Sementara itu Wamen BUMN Pahala menjelaskan agenda inisiatif BUMN untuk dekarbonisasi secara sistematis.
Country Director World Bank, Satu Kahkonen beserta expert senior world bank untuk kehutanan dan energi mendukung agenda tersebut, apalagi sudah ada contoh kerja World Bank mendukung pemerintah dan pemerintah daerah yang secara nyata berkaitan proyek penurunan emisi karbon di Kaltim dan Jambi.
World Bank dapat menangkap dengan baik isyarat bahwa Indonesia bekerja nyata dan cukup ambisius dan akan mendukung ambisi Indonesia dalam mengurangi emisi karbon seperti pada Updated NDC Indonesia.
“Cukup jelas langkahnya dan bisa dipahami hal-hal apa yang dibutuhkan dalam mendukung ambisi Indonesia,” ujar Satu Kahkonen.
“Dukungan tersebut betul-betul untuk dukungan inisiatif Indonesia dan tidak akan menjadi klaim World Bank, karena World Bank mendukung negara dan inisiatif dan ownership itu ada pada dan bagi negara yang bersangkutan” tegas Satu Kahkonen menjawab hal-hal yang diungkapkan oleh Wamenlu Mahendra Siregar.
Wamen Mahendra juga menegaskan untuk kiranya betul-betul dapat dipahami bahwa Indonesia sebagai negara yang unik termasuk dalam cara menangani dan langkah-langkah dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dalam NDC nya.
“Belajar dari pengalaman negara lain dan keahlian bank dunia dalam mendukung negara lain dalam mengembangkan sistem perdagangan karbon. Kami merasa sangat terhormat dapat bekerja sama dengan Bank Dunia melalui kerja sama yang panjang untuk mencapai tujuan tersebut,” ujar Menteri Siti.
“Saya juga menghargai prinsip-prinsip yang ditekankan Ibu Satu tentang inisitaif, ownership dan bahkan saya menghargai kerja dan data yang nyata, bukan kerja modis atau fakta figuratif yang bisa menyesatkan,” tambah Siti Nurbaya menjelaskan setelah akhir penutupan diskusi.
“Indonesia ingin konsisten, we do what we say and we say what we do,” tandasnya.
Mekanisme perdagangan karbon yang didorong untuk dapat dikembangkan bekerjasama dengan World Bank adalah mekanisme cap-and-trade atau batasi-dan-dagangkan. Sistem ini bernama lengkap “emission trading system “ atau sistem perdagangan emisi.
Sistem ini umumnya diterapkan dalam pasar karbon wajib karena untuk sistem ini diperlukan pembatasan emisi gas rumah kaca pada pihak-pihak peserta pasar.
“Perdagangan karbon diupayakan untuk memenuhi komitmen Indonesia kepada masyarakat internasional sesuai dengan konvensi perubahan iklim yang telah diratifikasi, untuk pencapaian target NDC hingga mencapai 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030,” jelas Menteri Siti.
Sementara itu dijelaskan pula tentang carbon tax yang sedang disusun dalam rencana kerja Kementerian Keuangan, khususnya Badan Kebijakan Fiskal, dimana World Bank juga merespons dan telah mengikuti perkembangannya.
Pengaturan tentang carbon pricing dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bagi instrumen NDC dan NEK Indonesia yang dapat mendukung upaya pencapaian target NDC, memberikan bimbingan tentang administrasi NEK, menyediakan koridor untuk reorganisasi kegiatan NEK (termasuk CDM, JCM, perdagangan karbon, dan lain lain), memberikan pilihan insentif bagi pemangku kepentingan yang berperilaku baik, terutama dalam pengelolaan perubahan iklim, memberikan dasar hukum untuk penerapan instrumen pembiayaan lingkungan yang inovatif, serta mendukung kinerja kegiatan usaha berwawasan lingkungan dalam penerapan instrumen keuangan seperti Obligasi, SUKUK, blended finance, dan lain sebagainya.
Pengaturan itu sangat penting untuk menjaga dan melindungi berbagai inisiatif yang berkembang secara benar dan tidak sesat mengingat sudah banyak kegiatan atau inisiatif dan partisipasi masyarakat termasuk dunia usaha dan civil society organization.
Pihak World Bank yang dipimpin oleh Satu Kahkonen, sangat mengapresiasi. World Bank sangat siap mendukung program-program pembangunan di Indonesia termasuk dalam pengurangan emisi karbon. World Bank siap membantu melalu dukungan pendanaan untuk memperkuat kapasitas, dan dampingan teknis para ahli. (ATN)