JAKARTA – Kehidupan di planet bumi makin mengkhawatirkan akibat pemanasan global.
Sebuah tim ahli kesehatan internasional baru-baru ini memprediksi jika suhu bumi naik hingga dua derajat Celsius pada akhir abad ini, angka kematian tahunan akibat cuaca panas diproyeksikan naik hingga 370% pada 2050.
Menurut prakiraan global dari laporan tahunan ke-8 Lancet Countdown, pada tahun 2022, manusia mengalami rata-rata 86 hari suhu tinggi yang mengancam kesehatan, 60 persen di antaranya disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
Orang yang berusia di atas 65 tahun merupakan kelompok yang paling rentan terhadap kenaikan suhu, dengan kematian pada kelompok usia ini disebabkan oleh kenaikan suhu yang meningkat 47% dalam satu dekade terakhir dibandingkan dengan jumlah orang yang meninggal pada periode 1991-2000.
Temuan yang dikumpulkan oleh lebih dari 100 ahli dari 52 lembaga penelitian dan badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa termasuk Organisasi Kesehatan Dunia ini memperdalam keprihatinan atas dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh panas.
Mengutip laman The National, Kamis (16/11/2023), Prof Stella Hartinger, direktur Lancet Countdown Regional Centre untuk Amerika Latin, mengatakan “Kita harus mengurangi emisi gas rumah kaca melalui transisi energi yang adil, untuk memastikan bahwa bahaya iklim tidak melebihi kapasitas adaptasi sistem kesehatan kita.”
Sebuah studi awal tahun ini mengindikasikan bahwa sekitar 61.000 orang kemungkinan besar akan meninggal dunia selama gelombang panas di Eropa pada musim panas 2022.
Gelombang panas yang lebih sering terjadi juga dapat menyebabkan kerawanan pangan bagi 525 juta orang pada pertengahan abad ini, sehingga dapat memperparah risiko malnutrisi secara global.
Selain itu, penyakit menular yang mengancam jiwa juga diprediksi akan menyebar lebih luas pada pertengahan abad ini. Potensi penularan demam berdarah diproyeksikan akan meningkat sebesar 36-37 persen, yang berkontribusi pada ekspansi global yang cepat.
Prof Hartinger menekankan pentingnya mengatasi akar penyebab perubahan iklim melalui mitigasi yang cepat di semua sektor untuk mencegah kelebihan beban sistem kesehatan.
“Sektor kesehatan memiliki peran besar dalam transisi ini, tidak hanya dengan menuntut aksi iklim, tetapi juga dengan mendekarbonisasi kegiatannya sendiri, yang berkontribusi terhadap 4,6 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca global, dan dengan memberikan intervensi kesehatan masyarakat yang secara simultan meningkatkan kesehatan kita, dan melindungi lingkungan tempat tinggal kita,” ujarnya mengutip laman The National.
“Hal ini mencakup regulasi polusi udara yang lebih ketat, yang sejalan dengan penghentian penggunaan bahan bakar berbahaya, mendukung penerapan pola makan yang lebih sehat dan lebih banyak menggunakan bahan nabati, yang memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah, serta mendukung kota yang lebih sehat dan berpusat pada masyarakat,” tambahnya. (ATN)