JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menekankan pentingnya mendorong ketahanan sistem dalam menghadapi berbagai ancaman perubahan iklim yang dihadapi Indonesia.
Dalam pidato pembukaan acara Refleksi COP29 yang diselenggarakan KLH bekerja sama dengan UNICEF Indonesia, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dhewanthi, menegaskan dampak perubahan iklim telah dan akan terus mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan manusia, termasuk sosial, ekonomi, dan ekologis.
“Perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan bencana hidrometeorologis, seperti yang kita saksikan baru-baru ini di Sukabumi, yang mengganggu kesehatan, pendidikan, dan ketahanan ekosistem,” kata Laksmi dalam pidato yang dibacakan Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Irawan Asaad, Rabu, 18 Desember 2024.
Ia menekankan anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
“Anak-anak sangat bergantung pada orang dewasa, sehingga apa yang dialami orang dewasa seringkali berdampak langsung pada mereka. Mereka tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi bencana dan keadaan darurat,” jelasnya.
Laksmi menambahkan anak-anak sering kali menghadapi risiko yang lebih tinggi akibat kurangnya akses terhadap sanitasi, makanan, perawatan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan dari bahaya.
Dalam konteks ini, Laksmi menekankan pentingnya melibatkan anak-anak dan kaum muda dalam aksi perubahan iklim.
“Partisipasi anak-anak dan remaja dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan perubahan iklim perlu kita lembagakan dengan baik,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa pada COP21 di Paris, di mana Perjanjian Paris disepakati, diakui bahwa perubahan iklim adalah masalah bersama umat manusia yang harus ditangani dengan menghormati hak asasi manusia, termasuk hak anak.
Laskmi mencatat Perjanjian Paris mengakui perubahan iklim merupakan keprihatinan bersama umat manusia, dan negara-negara penandatangan harus, ketika mengambil tindakan untuk mengatasi perubahan iklim, menghormati, mempromosikan, dan mempertimbangkan kewajiban masing-masing terhadap hak asasi manusia, hak atas kesehatan, hak-hak masyarakat adat, masyarakat lokal, migran, anak-anak, dan penyandang disabilitas, serta orang-orang yang rentan, dan hak atas pembangunan serta kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan antargenerasi.
Laksmi menjelaskan Indonesia telah mengintegrasikan komitmen untuk menghormati hak anak dalam dokumen rencana dan target pemangkasan emisi yang ditetapkan sendiri atau Nationally Determined Contributions (NDC) yang diperbarui.
“Anak-anak menjadi salah satu pertimbangan utama dalam menentukan aksi untuk mencapai ketahanan sosial dan penghidupan,” ungkapnya.
Ia menekankan pengembangan mekanisme partisipasi masyarakat harus mempertimbangkan gender, kelompok rentan, dan kebutuhan antar generasi.
Dalam konteks COP29 yang baru saja berlangsung di Baku, Azerbaijan, Laksmi menyebutkan dua keputusan penting yang berkaitan dengan anak-anak.
Pertama, terkait dengan tujuan global dalam adaptasi yang menekankan pentingnya indikator yang memperhatikan anak-anak.
Kedua, keputusan mengenai Warsaw International Organization for Laws and Damage yang menekankan perlunya perwakilan dari perempuan, masyarakat adat, dan anak-anak dalam dewan penasihat.
Laksmi juga mengungkapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan dukungan UNICEF, telah menyelesaikan analisis lanskap iklim untuk anak-anak Indonesia, yang dikenal sebagai Climate Landscape Analysis for Children (CLAP).
“Kajian ini bertujuan untuk mengkaji prioritas kebijakan pemerintah terkait dengan hak dan partisipasi anak dalam kebijakan perubahan iklim,” jelasnya.
Ia berharap hasil kajian ini dapat digunakan untuk memandu berbagai pihak dalam mengarusutamakan hak dan kebutuhan anak dalam strategi pengembangan perubahan iklim. Dengan semangat kolaborasi antara pemerintah, UNICEF, dan berbagai pihak lainnya, diharapkan Indonesia dapat membangun ketahanan sistem yang lebih baik untuk anak-anak dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di masa depan. (TR Network)