JAKARTA – Perubahan iklim global semakin menunjukkan dampak nyata. Pemerintah China melaporkan bahwa sejak tahun 1960, negara tersebut telah kehilangan 26 persen gletser akibat pemanasan global yang terus meningkat. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, laju pencairan es menjadi semakin intensif, menyebabkan lebih dari 7.000 gletser kecil menghilang sepenuhnya.
Data ini diungkap pada Kamis, 27 Maret 2025, dan menegaskan bahwa krisis iklim tengah berlangsung dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. UNESCO memperkuat temuan ini, menyatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir, dunia mencatat rekor tertinggi dalam hal penyusutan gletser.
Gletser China: Sumber Air Tawar yang Terancam
Gletser bukan hanya fenomena alam biasa, tetapi juga sumber utama air tawar bagi jutaan orang. Saat pencairan gletser terus berlanjut, kelompok lingkungan memperingatkan risiko serius berupa menurunnya ketersediaan air bersih. Ketegangan dan persaingan atas sumber daya air diprediksi akan meningkat, seiring meningkatnya risiko bencana alam seperti banjir bandang dan longsor es.
Mayoritas gletser di China berada di wilayah barat dan utara negara tersebut, khususnya di Dataran Tinggi Tibet, Xinjiang, serta provinsi Sichuan, Yunnan, Gansu, dan Qinghai. Kawasan ini juga dijuluki sebagai “Kutub Ketiga Dunia” karena menyimpan cadangan es terbesar setelah Kutub Utara dan Selatan.
Menurut data Institut Lingkungan dan Sumber Daya Alam Barat Laut China yang dirilis pada 21 Maret 2025, China saat ini memiliki sekitar 69.000 gletser dengan luas total sekitar 46.000 km². Sebagai perbandingan, antara tahun 1960 hingga 1980, total luas gletser China mencapai 59.000 km² dengan sekitar 46.000 gletser.
Dalam menghadapi situasi kritis ini, China telah mulai menerapkan teknologi inovatif seperti selimut salju dan sistem salju buatan untuk memperlambat proses pencairan es.
Ilmuwan memperingatkan bahwa pemanasan global akibat pembakaran bahan bakar fosil akan terus mendorong suhu bumi naik, mempercepat pencairan es dari Kutub Utara hingga Pegunungan Alpen, dan dari Andes hingga Tibet. Hal ini tidak hanya memicu kenaikan permukaan air laut, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi, sosial, dan lingkungan global.
UNESCO menyebutkan bahwa gletser adalah salah satu kontributor utama terhadap naiknya permukaan laut. Jika tren ini berlanjut, jutaan orang di seluruh dunia akan menghadapi risiko banjir besar, terganggunya jalur air utama, dan ancaman terhadap ketahanan pangan dan energi, terutama dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Pencairan gletser di China menjadi alarm keras bagi dunia tentang urgensi menghadapi perubahan iklim. Upaya kolektif global untuk mengurangi emisi karbon dan mengembangkan solusi berkelanjutan menjadi semakin penting demi menjaga masa depan bumi dan generasi mendatang. (TR Network)