JAKARTA – Kehidupan masyarakat di kawasan pesisir kini menghadapi ancaman nyata dalam 20 tahun ke depan.
Human Climate Horizons mencatat, lebih dari 70 juta orang yang tinggal di kawasan pesisir akan terdampak banjir akibat peningkatan permukaan laut. Risiko ini sebagai bagian dari pemanasan global yang kian mengkhawatirkan.
Untuk melihat lebih dekat ancaman itu, para ilmuwan datang ke komunitas Svalbard, Norwegia, yang paling utara dan paling cepat mengalami pemanasan di dunia. Saat Arktik memanas, hal ini menambah kenaikan permukaan air laut di sepanjang pantai dan memicu ketidakstabilan di atmosfer yang berkontribusi terhadap kejadian cuaca ekstrem.
“Efek kenaikan permukaan air laut akan membahayakan kemajuan pembangunan manusia selama beberapa dekade di wilayah pesisir yang padat penduduknya, yang merupakan rumah bagi satu dari tujuh orang di dunia,” kata direktur UNDP Human Development Pedro Conceicao, seperti dilansir dari CBS, Minggu (31/12/2023).
Menurut laporan UNDP, risiko paling ekstrem dari hilangnya lahan dan infrastruktur penting di seluruh dunia akan terjadi di Amerika Latin, Karibia, Pasifik, dan negara-negara kepulauan kecil – termasuk ratusan kota berpenduduk padat seperti Rio de Janeiro di Brasil dan Sydney di Australia.
Hannah Hess, direktur asosiasi di Climate Impact Lab, sebuah kelompok kolaboratif ilmuwan dan peneliti yang mengukur dampak perubahan iklim di dunia nyata, menyampaikan bahwa proyeksi ini bukan merupakan kesimpulan yang sudah pasti. Sebaliknya, proyeksi ini dapat menjadi katalis untuk mengambil tindakan.
“Tindakan yang cepat dan berkelanjutan untuk mengurangi emisi akan mempengaruhi seberapa cepat dan seberapa besar dampaknya terhadap masyarakat pesisir,” tegas Hess.
Emisi karbon dioksida dari mobil dan pabrik merupakan penyebab utama perubahan iklim. Jumlah karbon dioksida yang begitu banyak di atmosfer memicu pemanasan global, mencairkan gletser dan lapisan es, serta menaikkan permukaan laut.
Sementara itu, menurut WCRP Global Sea Level Budget Group, 42 persen kenaikan permukaan air laut disebabkan oleh pemanasan air laut, yang meluas seiring dengan peningkatan suhu. Lalu 21 persen berasal dari pencairan gletser di seluruh dunia, dan 23 persen berasal dari mencairnya lapisan es di Greenland dan Antartika.
Hasilnya, proyeksi kenaikan permukaan air laut Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memperkirakan kenaikan sebesar 25-35 centimeter di Pantai Timur, 35-45 centimeter di Pantai Teluk, dan 10-20 centimeter di Pantai Barat selama 30 tahun ke depan.
“Apa yang terjadi di Arktik tidak hanya terjadi di Arktik,” kata Jack Kohler, ahli glasiologi di Norwegian Polar Institute.
Kohler mempelajari mencairnya gletser di Svalbard, sekelompok pulau di dekat Kutub Utara.
“Jika Anda tinggal di Florida, Anda sudah melihat dampak kenaikan permukaan laut. Ada banyak gambar air pasang yang sangat tinggi, yang tidak disebabkan oleh badai atau apa pun, dan hal ini terjadi karena permukaan air laut terus meningkat,” kata Kohler.
Data baru ini juga menunjukkan bahwa banyak wilayah pesisir rendah di Amerika Latin, Afrika, dan Asia Tenggara mungkin menghadapi banjir permanen. Menurut UNDP, hal ini merupakan bagian dari tren mengkhawatirkan yang dapat berdampak negatif terhadap kemajuan ekonomi di negara-negara kurang berkembang.
Menurut data baru, perubahan iklim diperkirakan akan menenggelamkan sebagian besar daratan di Bahama, Kepulauan Virgin Britania Raya, Kepulauan Cayman, Maladewa, Kepulauan Marshall, Turks dan Caicos, Tuvalu, dan Seychelles pada tahun 2100.
“Saya punya kolega di seluruh dunia yang melakukan hal serupa dan mereka semua melihat hal yang sama,” kata Kohler tentang pengukuran pencairan gletser yang memicu kenaikan permukaan laut. (TR)