JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan The Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) dan Platform Kemitraan Transformatif Blue Carbon Deck, menyelenggarakan dialog nasional membahas model bisnis bagi usaha mangrove dan karbon biru, khususnya di Indonesia, berlangsung di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.
Kegiatan sebagai kolaborasi Pusat Riset Mikrobiologi dengan Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN ini, bertujuan memperkenalkan berbagai model bisnis bagi mangrove dan karbon biru yang inklusif dan berdampak. Karbon biru adalah karbon yang diserap, disimpan, dan dilepaskan oleh ekosistem pesisir dan laut.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito sebagai pembicara kunci mengatakan, dialog nasional tentang mangrove dan model bisnis karbon biru ini sangat penting untuk manfaat iklim dan pemberdayaan masyarakat di pesisir Indonesia.
“BRIN, tentu saja tidak bisa melakukan segala sesuatunya sendiri, tapi kita berkontribusi serta berkolaborasi bersama. Didukung dengan terwujudnya kolaborasi riset internasional tentang mangrove dan karbon biru, diharapkan menjadi bagian penting dalam penelitian dan pengembangan,” ujarnya.
Mego lalu menambahkan, pemanfaatan iptek serta inovasi bersama-sama dengan semua pemangku kepentingan dilaksanakan oleh program riset tersebut. Dia menyebutkan, kolaborasi ini tidak hanya dengan pemerintah, tetapi juga dengan dunia usaha, akademisi, dan juga masyarakat yang melakukan secara langsung sehingga merasakan dampaknya.
“Menurut Direktur CIFOR Robert Nasi, Indonesia sebagai negara dengan lahan gambut tropis terluas di dunia, kira-kira nomor empat dari luas lahan gambut di dunia. BRIN dengan semua kementerian bekerja sama melakukan banyak upaya dengan ekosistem pesisir yang meliputi mangrove, lamun, dan terumbu karang, karena Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang di dunia,” tegasnya
Kolaborasi ini juga untuk melakukan penelitian pemanfaatan berbagai jenis mangrove untuk berbagai keperluan. Ia memberi contoh berbagai macam riset mengenai mangrove yang dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan jenis mangrove yang unggul.
“Mangrove pertumbuhannya lebih cepat, produktivitasnya lebih tinggi, dan lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim. Terutama dengan pengaruh perubahan tersebut, misalnya kondisi laut,” ungkap Mego.
Ia juga memaparkan, masalah atau tantangan terkait sampah laut yang masuk sampai ke pesisir, sehingga menutupi mangrove itu sendiri. Hal tersebut tidak dapat diatasi oleh masyarakat yang tinggal di pesisir, tetapi mereka membutuhkan beberapa pemikiran.
“Ada beberapa teknologi yang dapat diperoleh dari kolaborasi ini, dan tentu saja penelitian di bidang sosial ekonomi dan budaya sangat penting. Hal tersebut juga telah dilakukan secara berkesinambungan dan dimanfaatkan oleh berbagai pemangku kepentingan. Bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan lingkungan masyarakat,” jelasnya.
Dia menambahkan, program literasi pendidikan, misalnya untuk masyarakat pesisir, pengembangan teknologi tepat guna dapat dilakukan langsung oleh masyarakat. Periset bersama-sama membawa teknologi, dan mereka dapat membawa beberapa mesin sederhana.
Ia mengajak untuk merealisasikan manfaat yang lebih banyak dan luas dari hasil inovasi yang nyata.
“Syaratnya, sektor swasta sejalan dengan prioritas nasional yang ditetapkan oleh presiden baru dan mendukung pemerintahan baru, bersama organisasi riset internasional atau lembaga global. BRIN telah membuat dan menyediakan berbagai macam skema yang lebih besar. Skema tersebut bisa dimanfaatkan oleh berbagai periset dan lembaga riset nasional maupun internasional,” terangnya.
Lalu, dijelaskannya skema pemanfaatan fasilitas laboratorium dan infrastruktur BRIN yang berada di Jabodetabek, Bali, Lombok, dan Ambon. Dia juga menginformasikan berbagai skema pendanaan riset BRIN yang mencakup seluruh lapisan kegiatan riset.
“BRIN juga memiliki penelitian dan pengembangan dengan menggunakan penginderaan jauh citra satelit berkolaborasi BRIN dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Secara teknologi bisa mendapatkan lebih banyak detail, perhitungan, atau formulasi baru emisi karbon dan penyerapan karbon dalam kondisi nyata,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, BRIN sangat senang dan lebih dari siap untuk mendukung penelitian kelautan dan kehutanan, serta atmosfer. “Penguatan ekosistem penelitian inovasi terkait erat dengan pembangunan ekonomi ini didukung oleh peran, kontribusi ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebijakan,” tutupnya. (TR Network)