JAKARTA — Indonesia dan Norwegia memperkuat kemitraan strategis dalam sektor kehutanan sebagai bagian dari upaya bersama menghadapi krisis iklim. Melalui pertemuan Joint Consultation Group (JCG) di Jakarta pada 29 April 2025 dan Joint Technical Working Group (JTWG) di Bogor pada 30 April 2025, kedua negara menegaskan kembali komitmen jangka panjang dalam mendukung aksi iklim global.
Dikutip dari siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jumat (2/5/2025), kedua pertemuan ini merupakan bagian dari mekanisme koordinasi yang diatur dalam Nota Kesepahaman (MoU) Indonesia-Norwegia. Fokus utamanya adalah mempercepat penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (FOLU).
Dalam forum JCG, delegasi membahas isu-isu strategis, termasuk pengembangan protokol Pemantauan, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) global.
Haruni Krisnawati, Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan Iklim KLHK, menegaskan pentingnya protokol MRV untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pendanaan aksi iklim.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KLHK, Mahfudz, menyoroti pentingnya harmonisasi kerja sama teknis, penguatan kapasitas kelembagaan, serta sinkronisasi sistem pelaporan untuk mendukung implementasi FOLU Net Sink 2030. Ia juga menekankan agar pendanaan perubahan iklim dapat memberikan dampak langsung bagi masyarakat lokal.
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rut Kruger Giverin, menyatakan dukungan penuh terhadap penyempurnaan protokol MRV. Ia mengusulkan penerapan sistem monitoring dan evaluasi berkala guna memastikan efektivitas pendanaan aksi iklim dan pembangunan kehutanan di Indonesia.
Topik utama pertemuan JCG meliputi Evaluasi pelaksanaan MoU 2024, Laporan kemajuan FOLU Net Sink 2030, Pembahasan rinci protokol MRV, Rencana tindak lanjut untuk dialog menteri ke depan.
Seluruh isu ini diperdalam dalam pertemuan teknis JTWG. Dalam sesi ini, laporan kemajuan lima bidang kerja utama disampaikan, mencakup pengelolaan hutan lestari, restorasi lahan, perlindungan keanekaragaman hayati, penegakan hukum kehutanan, hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Sebagai bagian dari dukungan konkret, Norwegia memberikan bantuan akses ke foto satelit beresolusi tinggi. Inovasi ini diharapkan meningkatkan akurasi pemantauan hutan, mempercepat deteksi perubahan tutupan lahan, serta memperkuat sistem MRV berbasis teknologi canggih.
Selain itu, dalam pembahasan safeguard, kedua negara sepakat bahwa penerapan prinsip safeguard harus menjadi komponen inti dalam pelaksanaan FOLU Net Sink 2030. Fokusnya meliputi penguatan kapasitas lokal, pengembangan kelembagaan daerah, serta skema pendanaan berbasis insentif untuk keberlanjutan program.
Kerja sama Indonesia dan Norwegia dalam sektor kehutanan menjadi contoh nyata kolaborasi internasional dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan pembaruan protokol MRV, pemanfaatan teknologi satelit, serta pelibatan masyarakat lokal, diharapkan target ambisius FOLU Net Sink 2030 dapat tercapai, sekaligus menjaga keberlanjutan hutan Indonesia untuk generasi mendatang. (TR Network)