JAKARTA – Indonesia tengah berupaya memperjuangkan “Jalur Rempah” untuk diakui sebagai warisan dunia. Pengajuan ini membutuhkan data ilmiah yang kuat mengenai kondisi rempah dan sejarah perdagangan rempah untuk memperkuat posisi Indonesia di hadapan UNESCO.
Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN) turut memperkuat pengakuan “Jalur Rempah” melalui kolaborasi dengan Yayasan Negeri Rempah (YNR).
“Kerja sama ini bertujuan memperkuat kapasitas produksi rempah Indonesia dan menghasilkan data ilmiah yang mendukung pengusulan ‘Jalur Rempah’ sebagai warisan dunia oleh UNESCO,” kata Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Asep Hidayat, pada penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS), di BRIN Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno, Kamis, 30 Januari 2025.
Selain itu, tambah Asep, kerja sama ini juga akan memberikan rekomendasi untuk perbaikan produksi rempah guna memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen rempah utama dunia.
Saat ini, produktivitas rempah Indonesia menghadapi berbagai kendala, seperti pohon rempah yang sudah tua, kurangnya pengetahuan tentang budi daya, serta pengelolaan pascapanen yang belum optimal. Oleh karena itu, kolaborasi antara produsen, pemerintah, swasta, dan lembaga terkait sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan produksi rempah, terutama komoditas unggulan Indonesia yang memiliki potensi ekspor besar.
“Kolaborasi ini menjadi momentum penting bagi kita semua. Tantangan penelitian semakin besar, dan kita tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan sinergi kuat untuk mencapai hasil maksimal,” ujar Asep.
Dia juga mengapresiasi upaya pengusulan “Jalur Rempah” sebagai warisan dunia dan menegaskan bahwa BRIN akan terus mendukung langkah ini.
“Perjuangan ini tidak mudah, tetapi rempah Indonesia memiliki nilai luar biasa yang harus kita lestarikan. Kolaborasi yang solid sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini,” katanya.
Asep menekankan pentingnya fokus dalam setiap tahapan kerja sama agar hasilnya optimal.
“Setelah PKS ini disepakati, kami akan segera menyusun rencana aksi untuk tahun 2025, termasuk tahapan, pendanaan, serta pembagian tugas yang jelas,” tambahnya.
Dewi Kumoratih dari Yayasan Negeri Rempah menyampaikan, kerja sama ini memberikan nilai positif yang sangat besar.
“Negeri Rempah yang diinisiasi oleh berbagai komunitas dan disiplin ilmu, dengan adanya kerja sama ini, semakin memperkaya apa yang telah kami kumpulkan. Kami berharap dapat belajar banyak dari teman-teman di BRIN, yang penelitian dan pengembangannya pasti akan berkembang lebih luas lagi,” ujar Dewi.
“Ini adalah tantangan bagi Indonesia, terutama karena rempah memiliki potensi luar biasa untuk mengubah wajah peradaban dunia,” tambahnya.
Dewi yakin kerja sama ini akan saling memperkaya pengetahuan, dan berharap akan memperkuat argumentasi Indonesia di dunia internasional.
“Ini adalah bagian dari kekayaan riset kita yang memberikan kontribusi besar bagi dunia,” tegas Dewi.
YNR hadir sebagai organisasi yang berkomitmen untuk mengangkat keberagaman Indonesia melalui rempah. Sejak 2019, YNR telah menyelenggarakan International Forum on Spice Route (IFSR) yang membahas tantangan sektor rempah serta menciptakan peluang baru bagi seluruh pelaku di rantai pasok rempah.
YNR memiliki misi untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar rempah global, memperkenalkan inovasi, dan memberdayakan generasi muda yang tertarik pada industri rempah.
Bagian dari Budaya
Rempah-rempah telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Sebagai salah satu penghasil rempah terbesar di dunia, Indonesia dikenal dengan komoditas seperti kayu manis, cengkeh, pala, lada, dan vanili. Potensi rempah Indonesia sangat besar, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, menjadikannya komoditas ekspor yang sangat bernilai.
Selain kaya akan keanekaragaman rempah, Indonesia juga memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan perdagangan rempah. Keunikan rasa dan aroma rempah-rempah Indonesia yang eksotik telah menarik perhatian bangsa asing sejak berabad-abad lalu. Sejarah ini membuktikan betapa berharganya rempah-rempah Indonesia di mata dunia.
Secara historis, Indonesia telah lama dikenal sebagai produsen utama rempah dunia. Permintaan global terhadap rempah diperkirakan akan meningkat pesat hingga 12 kali lipat pada 2050.
Namun, meski memiliki potensi besar, ekspor rempah Indonesia saat ini mengalami penurunan signifikan. Indonesia hanya menguasai sekitar 6,4 persen pasar rempah dunia, jauh tertinggal dari negara-negara seperti Vietnam dan Thailand.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya kualitas dan produktivitas rempah. Beberapa faktor yang memengaruhi adalah kebijakan investasi yang belum mendukung, metode budi daya yang masih tradisional, dan kualitas produk yang belum memenuhi standar internasional. Hal ini menghambat daya saing rempah Indonesia di pasar global.
Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi terbaru, kualitas rempah dapat ditingkatkan dan memastikan produk bebas dari mikroba berbahaya, bahan kimia, dan ramah lingkungan. (TR Network)