JAKARTA – Sebuah analisis baru dari EMBER menyoroti bahwa pengumuman Indonesia baru-baru ini untuk memensiunkan pembangkit listrik berbasis batubara (PLTU) pada 2040 membutuhkan penurunan kapasitas batubara sebesar 3 GW setiap tahun dan meningkatkan energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 65% dari bauran energi, yang berarti penambahan EBT sebesar 8 GW per tahun hingga 2040.
Indonesia menyampaikan salah satu janji iklim terbaik di tahun 2024 ketika Presiden Prabowo Subianto mengumumkan pada KTT G20 di Brasil bahwa Indonesia akan menghentikan penggunaan bahan bakar batu bara secara bertahap hingga tahun 2040. Utusan Khusus Presiden untuk COP29 juga menegaskan target Indonesia untuk menambah kapasitas energi terbarukan sebesar 75 GW pada tahun 2040.
Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya melakukan dekarbonisasi pasokan listrik. Pertanyaannya sekarang adalah: Bagaimana cara mempercepat proses ini? Indonesia harus meningkatkan ambisi energi terbarukannya dengan memanfaatkan sumber daya terbarukan yang melimpah.
Analisis EMBER menguraikan cara untuk mencapai tujuan ini, yaitu dengan menambahkan kapasitas EBT sebesar 8 GW setiap tahun, sambil menurunkan kapasitas batu bara sebesar 3 GW per tahun untuk tenaga listrik on-grid, yang bertujuan untuk mencapai target pemensiunan PLTU secara sepenuhnya pada tahun 2040.
Selain itu, dengan mengintegrasikan penyimpanan baterai sebesar 4 GWh per tahun hingga tahun 2040, Indonesia dapat memaksimalkan penggunaan energi surya, terutama karena beban puncak listrik pada malam hari. Hal ini sejalan dengan tujuan EBT yang diuraikan dalam dokumen JETP CIPP dan proyeksi penambahan kapasitas listrik sebesar 103 GW pada tahun 2040.
Dengan permintaan listrik yang diproyeksikan tumbuh sekitar 5% per tahun, laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia dapat memenuhi proyeksi permintaan listrik sebesar 806 TWh pada tahun 2040, jika porsi EBT mencapai 65%. Tenaga surya akan menyumbang 20%, angin 11%, dan sumber EBT lainnya—seperti nuklir, panas bumi, bioenergi, dan hidro—akan menyumbang 34%.
Analisis ini juga mencakup beberapa rekomendasi, termasuk keterlibatan sektor swasta yang lebih besar, penyimpanan energi untuk memaksimalkan penggunaan tenaga surya, kerangka kerja peraturan yang komprehensif untuk pensiun dini PLTU, rencana diversifikasi ekonomi untuk provinsi-provinsi yang bergantung pada batu bara, peningkatan konektivitas jaringan listrik, fleksibilitas PLTU yang lebih baik, dukungan keuangan, dan menyertakan batu bara diluar jaringan PLN, atau captive ke dalam rencana pensiun dini PLTU.
Pemensiunan PLTU secara bertahap hingga tahun 2040 akan memposisikan Indonesia untuk mencapai target iklim global 1,5C. Hal ini menandai sebuah langkah signifikan menuju masa depan yang berkelanjutan dan rendah karbon. Dengan melakukan transisi energi, Indonesia tidak hanya berkontribusi pada tujuan iklim global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memastikan kondisi iklim dan lingkungan yang lebih aman.
“Indonesia berada di titik penentu untuk mengakhiri penggunaan batu bara pada 2040. Bahan baku untuk komponen baterai menjadi kekuatan utama Indonesia dalam mendukung kapasitas penyimpanan energi terbarukan. Hal ini menghadirkan potensi besar untuk mengintegrasikan energi surya dengan baterai, yang akan memfasilitasi transisi menuju ekonomi hijau,” kata Dr Dinita Setyawati, Analis Senior Kebijakan Ketenagalistrikan untuk Asia Tenggara di EMBER, dikutip Kamis, 5 Desember 2024.
Rini Sucahyo, Manajer Komunikasi Asia di EMBER, mengatakan sebagai negara dengan jumlah pembangkit listrik tenaga batubara terbesar kelima di dunia, ambisi Indonesia untuk memensiunkan PLTU pada 2040 adalah titik balik signifikan.
“Untuk mencapainya, Indonesia perlu mempercepat ekspansi EBT dan merumuskan kebijakan transisi yang adil. Ini adalah tantangan yang berat, namun merupakan peluang bagi Indonesia untuk mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan dan juga berpotensi mengubah penggunaan batu bara global,” imbuhnya. (TR Network)