JAKARTA – Kehidupan manusia di planet bumi menghadapi ancaman serius oleh limbah mikroplastik. Pasalnya, mikroplastik saat ini telah ditemukan di setiap penjuru dunia.
Partikel-partikel kecil dari bahan antropogenik ini telah ditemukan terkubur di dalam es laut Antartika, di dalam perut hewan laut yang menghuni palung laut terdalam, dan di dalam air minum di seluruh dunia.
Kini sebuah penelitian baru menemukan bahwa air minum dalam kemasan dapat mengandung potongan-potongan plastik hingga 100 kali lebih banyak dari yang diperkirakan sebelumnya. Rata-rata satu liter air kemasan mengandung hampir seperempat juta fragmen plastik nano, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di Columbia University dan Rutgers University di Amerika Serikat.
Para peneliti menganalisis lima sampel dari tiga merek air minum kemasan umum dan menemukan tingkat nanoplastik mulai dari 110 ribu hingga 400 ribu per liter, dengan rata-rata sekitar 240 ribu. Para ilmuwan mengatakan bahwa sebagian besar plastik tampaknya berasal dari botol itu sendiri dan tidak diketahui apakah konsumsi plastik menimbulkan risiko kesehatan yang serius.
Sebuah tinjauan besar terhadap bukti ilmiah oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada 2019 dan 2020 menyimpulkan bahwa hingga kini tak banyak penelitian yang menganalisis risiko paparan mikroplastik bagi kesehatan manusia.
Namun, WHO memperingatkan bahwa fragmen terkecil yang berukuran kurang dari 10 mikrometer, kemungkinan besar akan diserap secara biologis. WHO telah menyerukan pengurangan polusi plastik untuk mengurangi paparan pada manusia.
Plastik tidak hanya ada di lautan. Plastik juga tersebar luas di lahan pertanian dan bahkan bisa berakhir di makanan yang kita makan. Menurut analisis tahun 2022, lumpur limbah, yang digunakan sebagai pupuk tanaman, telah mencemari hampir 20 juta hektar (80.937 kilometer persegi) lahan pertanian di Amerika Serikat.
Dilansir BBC, Kamis (11/1/2024), lumpur ini mengandung mikroplastik dan PFAS (zat per- and polyfluoroalkyl), yang juga dikenal sebagai bahan kimia abadi. Sebuah studi dari Cardiff University di Inggris menemukan bahwa 86 triliun hingga 710 triliun partikel mikroplastik mencemari lahan pertanian di Eropa setiap tahunnya.
Artinya, tanpa disadari, kita mungkin memakan pecahan plastik kecil di setiap gigitan. Namun, beberapa tanaman tampaknya lebih banyak menyerap plastik daripada yang lain. Sebagai contoh, beberapa analisis tampaknya menunjukkan bahwa plastik cenderung menumpuk di akar tanaman, yang berarti sayuran berdaun seperti selada mungkin memiliki konsentrasi yang lebih rendah daripada wortel, lobak, dan lobak. Meskipun efek kesehatan dari menelan mikroplastik masih belum jelas, mereka telah ditemukan masuk ke dalam aliran darah manusia.
Lantas dapatkah plastik yang dapat terurai secara hayati membantu?
Reaksi keras terhadap plastik sekali pakai telah membuat banyak perusahaan mencari alternatif yang diklaim lebih mudah terurai secara hayati atau dapat dibuat kompos. Namun dalam beberapa kasus, alternatif ini mungkin justru memperparah masalah mikroplastik.
Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan di University of Plymouth di Inggris menemukan bahwa tas yang berlabel ‘biodegradable’ dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk hancur, dan bahkan kemudian sebagian besar terurai menjadi potongan-potongan yang lebih kecil daripada bagian kimiawi komponennya.
Mengganti kemasan plastik berpotensi membantu mengurangi paparan – air keran memiliki tingkat mikroplastik yang lebih rendah daripada air dari botol plastik. Namun, hal ini juga akan berdampak pada lingkungan. Meskipun botol kaca memiliki tingkat daur ulang yang tinggi, botol kaca juga memiliki jejak lingkungan yang lebih tinggi daripada plastik dan kemasan lain yang digunakan untuk cairan seperti karton minuman dan kaleng aluminium.
Hal ini karena penambangan silika, yang merupakan bahan dasar pembuatan gelas, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk kerusakan lahan dan hilangnya keanekaragaman hayati. Bahkan dengan wadah non-plastik ini, sulit untuk menghindari mikroplastik sepenuhnya.
Studi yang dipimpin oleh Sherri Mason di Pennsylvania State University menemukan bahwa mikroplastik tidak hanya ada di air keran, di mana sebagian besar kontaminasi plastik berasal dari serat pakaian, tetapi juga garam laut dan bahkan bir.
Untungnya, ada hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi mikroplastik. Para peneliti sedang mengembangkan sejumlah pendekatan untuk membantu menghilangkan polusi plastik di lingkungan.
Salah satu pendekatannya adalah dengan memanfaatkan jamur dan bakteri yang memakan plastik dan menguraikannya dalam prosesnya. Spesies larva kumbang yang dapat melahap polistiren juga menawarkan solusi potensial lainnya. Ada juga yang mencoba menggunakan teknik penyaringan air atau perawatan kimiawi yang dapat menghilangkan mikroplastik. (TR)