JAKARTA – Pemerintah Indonesia mengakui pemanfaatan energi terbarukan akan membawa manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat Indonesia.
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, transisi energi ditempatkan sebagai pembawa perubahan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintahan baru menetapkan target-target yang ambisius, termasuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, swasembada energi, transisi penuh ke 100 persen energi terbarukan dalam satu dekade ke depan, dan pengakhiran operasional PLTU batubara pada 2040.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan ada banyak negara yang menempatkan energi terbarukan sebagai energi yang andal, termasuk Inggris. Inggris menetapkan ambisi untuk mendekarbonisasi sektor ketenagalistrikan pada 2035, salah satunya dengan memodernisasi infrastruktur jaringan listrik untuk mengakomodasi energi dari sumber terbarukan.
Manajer Green Energy Transition Indonesia IESR Erina Mursanti mengatakan Inggris telah berinovasi dengan menerapkan konsep layanan jaringan listrik melalui penyimpanan baterai, fleksibilitas dalam merespon permintaan listrik, dan pembangunan jaringan interkoneksi untuk mendukung penetrasi energi terbarukan secara masif.
Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia berencana membangun jaringan listrik hijau yang akan menghubungkan sistem kelistrikan di seluruh Indonesia mulai 2029.
“Rencana ini juga mencakup pengembangan jaringan pintar (smart grid) dan pengoperasian pembangkit listrik yang fleksibel untuk mendukung integrasi energi terbarukan seperti angin dan surya. Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan Inggris untuk mendapatkan dukungan finansial dan peningkatan kapasitas,” kata Erina, dalam siaran pers IESR, dikutip Minggu, 15 Desember 2024.
Pemerintah Inggris, melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI) yang bekerja sama dengan IESR, mendorong Indonesia untuk mempercepat transisi energinya. Peningkatan penggunaan energi terbarukan dengan cepat pada tahun 2030 akan membuat listrik terbarukan menjadi lebih kompetitif, mendorong pengembangan hidrogen hijau, membuka potensi permintaan, dan memajukan dekarbonisasi industri, yang akan berkontribusi secara signifikan terhadap target net zero emission (NZE) Indonesia pada tahun 2060.
Proyek GETI berfokus pada dua hasil utama. Pertama, proyek ini bertujuan untuk menerjemahkan Jalur Bersih, Inklusif, dan Sejahtera (Clean, Inclusive, and Prosperous Pathway, CIPP) Indonesia ke dalam aksi nyata dengan memobilisasi dukungan untuk mempercepat reformasi kebijakan yang mendorong penggunaan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan.
Kedua, membentuk Indonesia Green Hydrogen Accelerator, yang meletakkan dasar bagi pasar hidrogen hijau yang selaras dengan Strategi Hidrogen Nasional Indonesia 2023.
Erina juga menekankan integrasi kebijakan dalam mendorong penetrasi energi terbarukan sangat penting untuk membangun ekosistem hidrogen hijau di Indonesia.
Erina mengatakan, Kebijakan Energi Nasional (KEN), RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) perlu selaras dengan RPJPN dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) serta memuat target bauran energi terbarukan yang tinggi.
Erina mengatakan keselarasan kebijakan dan tingginya target energi terbarukan akan memberikan sinyal positif bagi investor untuk berinvestasi pada pengembangan energi terbarukan. Pembangunan super grid yang menghubungkan Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2023–2060 diperkirakan memerlukan investasi sekitar US$25 miliar untuk 50.000 kilometer jaringan transmisi. (TR Network)