JAKARTA — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenalkan desain peta risiko bencana tanah longsor Indonesia yang berbasis digital kepada perwakilan negara-negara Asia dan Eropa dalam acara Asia Disaster Management and Civil Protection Expo, Conference (ADEXCO) dan Global Forum for Sustainable Resilience (GFSR) di Jakarta, Kamis.
Periset Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanifa saat menjadi pembicara dalam forum itu mengatakan peta tersebut dibuat dengan mengkombinasikan antara hasil perekaman lapangan wilayah Indonesia yang berisiko tanah longsor dengan teknologi kecerdasan buatan geospasial (Geospasial Artificial Intelligence/Geo-AI).
Teknologi Geo-AI digunakan periset BRIN supaya setiap wilayah Indonesia yang memiliki risiko bencana tanah longsor dapat disajikan seolah-olah nyata atau virtual reality melalui perangkat elektronik, sehingga mudah dimengerti masyarakat.
“Inovasi ini dipersiapkan untuk menjadi acuan masyarakat supaya terhindar dari risiko bahaya bencana tanah longsor akibat banjir, maupun longsor yang dipicu oleh gempa. Juga alat bagi pemerintah, kementerian, dan lembaga untuk mendeteksi, menganalisa hingga cepat mengambil kebijakan pencegahan,” kata Nuraini.
Dia memaparkan belakangan ini tanah longsor ataupun banjir adalah jenis bencana yang mendominasi di Indonesia, sehingga pihaknya menilai keberadaan peta risiko tersebut menjadi sebuah keharusan.
Merujuk data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mencatat sepanjang 2023, Indonesia mengalami sebanyak 5.400 kejadian bencana dan 95 persennya merupakan bencana hidro-meteorologi seperti banjir dan tanah longsor dengan jumlah korban meninggal dan hilang sebanyak 6.061 orang.
Hanya saja, kata dia, karena ketercukupan pendanaan dan luasnya wilayah Indonesia, sehingga inovasi peta risiko bencana yang digarap oleh para periset BRIN dan akademisi tersebut disiapkan baru sebatas untuk Pulau Jawa.
Dia berharap dengan dikenalkannya desain peta risiko bencana berbasis digital dalam forum ADEXCO dan GFSR dapat membuka kesempatan bagi banyak pihak untuk berinvestasi menyukseskan inovasi yang penting ini.
“Memang dibutuhkan kolaborasi antar-lembaga untuk menjawab tantangan ini. Apalagi saat ini dukungan pendanaan untuk penelitian hanya sebesar 0,04 persen dari produk domestik bruto (PDB),” ujarnya.
ADEXCO merupakan pameran internasional yang menghubungkan antara perusahaan, instansi pemerintah dan para ahli di industri untuk menjadi tempat bertukar ide, keahlian, dan informasi produk terkait manajemen bencana dan industri.
Pada ADEXCO 2024, melibatkan sebanyak 126 perusahaan dari 14 negara, seperti Jerman, Singapura, Brunei, dan China.
Sedangkan GFSR adalah forum pembicaraan tingkat tinggi dari delegasi negara ASEAN dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR), terkait resiliensi berkelanjutan, program adaptasi perubahan iklim, dan refleksi 20 tahun bencana tsunami Samudra Hindia.(*)