JAKARTA – Dampak perubahan iklim yang memicu bencana secara global setara dengan pandemi global coronavirus (Covid-19) yang dialami oleh penduduk di planet bumi saat ini.
Bedanya, Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, China, yang kemudian meluas ke seluruh dunia, sementara dampak perubahan iklim beriringan dengan pembangunan di suatu negara.
Semakin rakyatnya sejahtera, mobilitas semakin tinggi, dan penggunaan energi semakin besar, maka seluruh kegiatan manusia akan menghasilkan emisi karbon yang akan mengancam dunia dalam bentuk kenaikan suhu.
Pandangan itu dikemukakan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani di forum ESG Capital Market Summit secara virtual, Selasa (27/7/2021) lalu.
Menurut Sri Mulyani, saat ini dunia berlomba-lomba menghindari dampak dari katastropik akibat dari kenaikan suhu atau temperatur dunia.
“Perubahan iklim tentu mempengaruhi semua makhluk dan manusia di dunia, sama seperti pandemi, tidak ada negara yang bisa terbebas dari ancaman perubahan iklim,” paparnya.
Dikatakan, negara yang tidak siap dari sisi sistem kesehatan, kemampuan fiskal, serta kemampuan mendapatkan vaksin Covid-19 dan melakukan vaksinasi, akan menjadi negara yang mengalami dampak terberat dari pandemi.
“Perubahan iklim juga sama, negara miskin mungkin akan mendapatkan dampak yang jauh lebih berat. Karena itu, seluruh dunia berikhtiar menghindarkan dampak katastropik dari perubahan iklim,” jelasnya.
Dia menambahkan, sebagai negara yang besar dari segi jumlah penduduk dan ekonomi, maka Indonesia akan menjadi salah satu negara yang harus ikut berpartisipasi menangani risiko perubahan iklim.
“Dan karena emisi karbon mengancam seluruh dunia, maka kita juga harus mampu mendudukkan Indonesia dalam konteks ancaman global ini dan sekaligus mendudukkan Indonesia dalam konteks kesiapan untuk ikut membentuk tatanan global baru,” tandas Sri Mulyani. (ATN)